PERIZINAN RUMAH SAKIT SWASTA
IUS CONSTITUTUM / HUKUM POSITIF PERIZINAN PENDIRIAN RUMAH SAKIT
Perizinan merupakan fungsi pengendalian pemerintahan terhadap
penyelenggara kegiatan yang dilakukan oleh swasta. Pemberian izin sarana
kesehatan merupakan akuntabilitas pemerintah kepada masyarakat bahwa sarana
kesehatan yang telah diberi izin tersebut telah memenuhi standar pelayanan dan
aspek keamanan pasien, jadi perizinan sangat terkait dengan standar dan mutu
pelayanan. Sehingga dalam pendirian dan penyelenggaraan rumah sakit yang
termasuk sektor kesehatan, tentu Menteri Kesehatan selaku pimpinan Departemen
Kesehatan yang membidangi urusan kesehatan dalam pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia ini memiliki kewenangan untuk membuat dan menetapkan tata
cara perizinan pendirian rumah sakit. Prosedur perizinan pendirian rumah sakit
itu dituangkan dalam berbagai keputusan.
Dengan pemberlakuan Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi,
dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, maka ketentuan perizinan pendirian rumah
sakit akan mengalami perubahan. Oleh karena sampai saat ini peraturan pelaksana
yang merupakan amanat dari PP 38/2007 tersebut masih belum ditetapkan, maka
ketentuan perizinan pendirian rumah sakit masih menggunakan peraturan lama yang
masih berlaku.
Disamping itu, Pemerintah juga sampai saat ini telah berusaha menyusun
Rancangan Undang-Undang tentang Rumah Sakit (RUU Rumah Sakit). Salah satu
peluang peraturan-peraturan yang lebih spesifik akan dipayungi oleh RUU Rumah
Sakit tersebut, yang dalam waktu tidak lama lagi akan dibahas antara Pemerintah
dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Pedoman pendirina Rumah sakit Swasta:
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
920/Menkes/Per/XII/1986
tentang Upaya Pelayanan Kesehatan Swasta di Bidang Medik, sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 084/Menkes/Per/II/1990 Tentang Perubahan atas Peraturan
Menteri Kesehatan RI No. 920/Menkes/Per/XII/1986 Tentang Upaya Pelayanan
Kesehatan Swasta di Bidang Medik;
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 806b/Menkes/SK/XII/1987 tentang Klasifikasi
Rumah Sakit Umum Swasta
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 159b/Menkes/Per/II/1988 tentang Rumah
Sakit, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 191/Menkes-Kesos/SK/II/2001 tentang Perubahan Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 157/ Menkes/SK/III/1999;
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 282/Menkes/SK/III/1993 tentang Pola
Tarif Rumah Sakit Swasta;
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 378/Menkes/Per/V/1993 tentang
Pelaksanaan Fungsi Sosial Rumah Sakit Swasta;
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit;
Surat Edaran Menteri Kesehatan Nomor 725/Menkes/E/VI/2004 tentang Upaya
Pelayanan Kesehatan Swasta Di Bidang Medik;
Surat Edaran Menteri Kesehatan Nomor 1425/Menkes/E/XII/2006 tentang
Standar Prosedur Operasional Pelayanan Publik di Lingkungan Departemen
Kesehatan;
Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Medik Nomor
0308/Yanmed/RSKS/PA/SK/IV/1992 tentang Pedoman Teknis Upaya Kesehatan Swasta di
Bidang Rumah Sakit Dalam Rangka Penanaman Modal Dalam Negeri
Berdasarkan pada ketentuan yang berlaku sampai tulisan ini dibuat, pihak
swasta yang akan mendirikan rumah sakit harus memperoleh izin pendirian dan
izin penyelenggaraan. Izin penyelenggaraan dapat dibagi kedalam dua jenis
yaitu, izin operasional dan izin tetap. Penjelasan selengkapnya, sebagai
berikut:
Izin Prinsip / Izin Pendirian / Pembangunan
Rumah Sakit
Izin ini diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Masa berlaku izin ini selama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang untuk 1
(satu) tahun kedepan.
Izin Operasional / Izin Penyelenggaraan Sementara Rumah Sakit
Izin ini diperoleh dari Dinas Kesehatan Propinsi. Izin ini berlaku selama 2 (dua) tahun yang diberikan secara pertahun.
Izin Tetap / Izin Penyelenggaraan Tetap Rumah Sakit
Izin ini diperoleh dari Menteri Kesehatan (teknisnya dilakukan oleh Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik). Masa berlaku izin ini selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang.
KELENGKAPAN SURAT PERMOHONAN PERIZINAN RUMAH SAKIT
Berdasarkan hukum positif sebagaimana disebut diatas, pihak swasta
(yayasan atau badan hukum lain) yang akan mendirikan dan menyelenggarakan rumah
sakit terlebih dahulu harus mempelajari dan memahami tata cara dan persyaratan
pendirian dan penyelenggaraan rumah sakit sebagaimana diatur dalam
ketentuan-ketentuan tersebut sebelum mengajukan permohonan izin pendirian dan
penyelenggaraan rumah sakit kepada Menteri Kesehatan u.p. Direktur Jenderal Bina
Pelayanan Medik melalui Kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat.
Pengajuan permohonan izin pendirian dan penyelenggaraan rumah sakit
disampaikan dalam bentuk surat permohonan dengan melampirkan kelengkapan
berkas-berkas sesuai persyaratan. Sebagai kelengkapan surat permohonan izin
tetap, sebagai berikut:
Daftar isian untuk mendirikan Rumah Sakit
Rekomendasi dari Dinkes Propinsi
BAP RS dari Dinkes Propinsi
Surat pernyataan dari pemilik RS bahwa sanggup mentaati ketentuan dan
peraturan yang berlaku di bidang kesehatan
Izin UU Gangguan (HO)
Dokumen UKL – UPL (AMDAL)
Struktur organisasi RS
Daftar ketenagaan medis, paramedis non medis
Data Kepegawaian
Direktur RS:
Ijazah Dokter
Surat Penugasan;
Surat Izin Praktek (SIP)
Surat Pengangkatan sebagai Direktur oleh pemilik RS
Surat Pernyataan tidak keberatan sebagai Direktur dan penanggung jawab RS (asli bermaterai)
Data Kepegawaian
Dokter:
Ijazah Dokter
Surat Penugasan
Surat Izin Praktik (SIP)
Surat Pengangkatan sebagai Tenaga Dokter di RS oleh Pemilik (untuk tenaga purna waktu)
Surat Izin atasan langsung untuk tenaga purna waktu
Surat lolos butuh untuk tenaga purna waktu
Data Kepegawaian Paramedik dilampiri Ijazah
Hasil pemeriksaan air minum ( 6 bulan terakhir)
Daftar inventaris medis, penunjang medis dan non medis
Daftar tarif pelayanan medik
Denah-denah:
 Denah situasi
 Denah bangunan (1:100)
 Denah jaringan listrik
 Denah air dan air limbah
Akte Notaris pendirian
badan hokum
Sertifikat tanah
Feasibility Study
Master Plan
Analisa Pelayanan dan
Perencanaan Pengembangan
Analisa Keuangan
Program Fungsi RS
Daftar dan Jenis Ruangan
MSDM dan perencanaan rekrutmennya
Rencana Klasifikasi Rumah Sakit
Akta Notaris Pendirian Badan Hukum pemohon (Photo Copy)
Sertifikat tanah dan Surat Penunjukan Pengguna (Photo Copy)
Ijin Lokasi daro PEMDA setempat
Ijin Pemanfaatan Lokasi dari Pemohon
IMB (Photo Copy)
Rekomendasi PERSI
SYARAT-SYARAT MENDIRIKAN RUMAH SAKIT SWATA BERDASAR UU No.44 tahun
2009
RS yang didirikan
oleh swasta, harus
berbentuk badan
hukum yang kegiatan usahanya hanya bergerak dibidang perumahsakitan (pasal
7 ayat 4)
Persyaratan Lokasi (pasal 8 tentang
Amdal)
Persyaratan Bangunan (pasal 9 – pasal
10)
Persyaratan Prasarana ( pasal 11,
masih menunggu Peremenkes RI)
Persyaratan SDM (pasal 12 – pasal 14,
tidak ada hal yang baru kecuali RS dapat memperkerjakan tenaga kesehatan Asing sesuai
dengan kebutuhan pelayanan yang diatur lebih lanjut dengan PP
Persyaratan Kefarmasian (pasal 15
untuk standar pelayanan kefarmasian diatur Permenkes)
Persyaratan Peralatan Medis dan Nonmedis (pasal
16)
PMK: 147/MENKES/PER/I/2010 tentang PERIZINAN RUMAH SAKIT
Bab II Perizinan Rumah Sakit:
Pasal 2:
Setiap rumah sakit harus memiliki izin
Izin terdiri atas : izin mendirikan rumah sakit dan izin operasional
rumah sakit
Izin operasional terdiri atas
izin operasional sementara dan izin operasional tetap
Pasal 3:
Permohonan izin diajukan menurut jenis dan klasifikasi rumah sakit
Izin rumah sakit kelas A dan rumah sakit penanaman modal asing atau
penanaman modal dalam negeri diberikan oleh Menkes setelah mendapatkan
rekomendasi dari pejabat yang berwenang di bidang kesehatan pada pemda provinsi
Izin rumah sakit kelas B diberikan oleh pemda Provinsi setelah
mendapatkan rekomendasi dari pejabat yang berwenang di bidang kesehatan pada
pemda kab/kota
Izin rumah sakit kelas C dan D diberikan oleh pemda kab/kota setelah
mendapat rekomendasi dari pejabat yang berwenang di bidang kesehatan pada pemda
kab/kota
BAB II Izin Mendirikan Rumah Sakit:
Pasal 4 :
Persyaratan izin mendirikan rumah sakit terdiri atas :
1. Studi kelayakan
2. Master plan
3. Status kepemilikan
4. Rekomendasi izin mendirikan
5. Izin undang-undang gangguan (HO)
6. Persyaratan pengolahan limbah
7. Luas tanah dan sertifikatnya
8. Penamaan
9. Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
10. Izin Penggunaan Bangunan (IPB)
11. Surat Izin Tempat Usaha (SITU)
*Studi Kelayakan Rumah Sakit:
Studi Kelayakan RS: awal kegiatan perencanaan rumah sakit secara fisik
dan non fisik yang berisi tentang:
a) Kajian kebutuhan pelayanan rumah sakit
b) Kajian kebutuhan sarana/fasilitas dan peralatan medik/non medik,
dana serta tenaga yang dibutuhkan untuk layanan yang akan diberikan
c) Kajian kemampuan pembiayaan
*Master plan:
strategi pengembangan aset untuk sekurang-kurangnya sepuluh tahun
kedepan dalam pemberian pelayanan kesehatan secara optimal yang meliputi
identifikasi proyek perencanaan, demografis, tren masa depan, fasilitas yang
ada, modal dan pembiayaan.
*Status kepemilikan:
Pemerintah, berbentuk UPT dari Instansi yang bertugas di bidang
kesehatan dan instansi tertentu dengan pengelolaan Badan Layanan Umum ,
Pemerintah Daerah, berbentuk LTDaerah dengan pengelolaan Badan Layanan
Umum Daerah, atau
Swasta, berbentuk badan hukum yang kegiatan usahanya hanya bergerak di
bidang perumahsakitan
Badan hukum dapat : Yayasan, Perseroan, PT, Perkumpulan dan Perusahaan
Umum.
Badan hukum dalam rangka penanaman modal asing atau penanaman modal
dalam negeri harus mendapat rekomendasi dari instansi yang melaksanakan urusan
penanaman modal asing atau PMDN.
*Pengolahan limbah:
Persyaratan pengolahan limbah:
Upaya Kesehatan Lingkungan (UKL),
Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) dan atau
Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL)
dilaksanakan sesuai jenis dan klasifikasi Rumah Sakit sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
*Luas tanah, penamaan, dan izin terkait:
*Luas tanah:
RS dengan bangunan tidak bertingkat, minimal 1½ (satu setengah) kali
luas bangunan dan
RS bangunan bertingkat minimal 2 (dua) kali luas bangunan lantai
dasar.
Luas tanah dibuktikan dengan akta kepemilikan tanah yang sah sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
*Penamaan Rumah Sakit :
harus menggunakan bahasa Indonesia, dan
tidak boleh menambahkan kata ”internasional”, ”kelas dunia”, ”world
class”, ”global” dan/atau kata lain yang dapat menimbulkan penafsiran yang
menyesatkan bagi masyarakat.
PENAMAAN RUMAH SAKIT DAN PERLINDUNGAN HUKUMNYA
Penamaan rumah sakit sering didapati memakai nama yang sama. Penamaan
rumah sakit yang memakai nama yang sama dengan nama rumah sakit ditempat lain,
adakalanya dapat memberikan pengaruh yang baik / positif, namun tidak jarang
dapat menerima akibat yang tidak baik / negatif. Bila sebuah rumah sakit
ditempat A bernama X diberitakan dimedia masa keunggulan dan kebaikannya, maka
pengaruh pemberitaan itu dapat berpengaruh positif bagi rumah sakit yang
memakai nama yang sama meskipun tidak berada dilokasi yang sama. Ini kalau
pemberitaannya hal-hal yang baik. Bagaimana halnya bila pemberitaan yang
sebaliknya. Tentu bisa-bisa mendatangkan kerugian bagi rumah sakit yang
sebenarnya bukan rumah sakit yang dimaksud, hanya namanya saja yang sama. Kalau
sudah begitu, bagaimana perlindungan hukumnya !
Pengaturan penamaan rumah sakit memang belum ada ketentuan hukumnya.
Bila memperhatikan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek dan berbagai
Peraturan / Keputusan Menteri Kesehatan yang mengatur rumah sakit tidak
mengatur perihal penamaan dan pendaftaran nama rumah sakit. Namun demikian
untuk mendapatkan perlindungan hukum terhadap penyalahgunaan nama atau resiko
yang tidak dapat diduga atas penggunaan nama yang sama, sebaiknya pemilik rumah
sakit mendaftarkan nama rumah sakitnya pada instansi yang berwenang.
Penyelenggaraan rumah sakit merupakan kegiatan pelayanan ’jasa’ di
bidang kesehatan. Oleh karena itu nama rumah sakit dapat dikategorikan juga
sebagai merek jasa. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang
Merek, menjelaskan pengertian tentang merek jasa, yaitu:
”Merek jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan
oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk
membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.”
Penamaan rumah sakit dapat memakai nama-nama apa saja yang disukai oleh
pemilik rumah sakit. Namun demikian dalam penamaan rumah sakit perlu
memperhatikan etika penamaan. Berdasarkan Surat Edaran Nomor :
0419/Yan.Kes/RSKS/1984 tanggal 1 September 1984 tentang Pemberian Nama Rumah
Sakit, diantaranya menyebutkan bahwa akhir-akhir ini banyak penggunaan nama
orang yang masih hidup untuk nama rumah sakit dan mengingat bahwa nama itu
merupakan monumen, tapi juga dapat merupakan reklame bagi seseorang (yang menyalahi
segi Etik Kedokteran), maka dianjurkan agar pemberian nama rumah sakit tidak
mempergunakan nama orang yang masih hidup lebih-lebih bila memakai nama yang
punya ataupun yang berpraktek disitu. Dalam memilih nama rumah sakit hendaknya
diambil nama dari tokoh pejuang, tokoh pembangunan terutama di bidang kesehatan
yang sudah almarhum untuk mengingat dan menghargai jasa-jasanya, dengan
menyesuaikan besar kecilnya jasa tokoh tersebut dengan besar/kelasnya rumah
sakit atau nama-nama yang netral yang punya arti kasih sayang sesama manusia
*Memiliki Izin
undang-undang gangguan (HO), Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Izin
Penggunaan Bangunan (IPB) dan Surat Izin Tempat Usaha (SITU) yang dikeluarkan
oleh instansi berwenang sesuai ketentuan yang berlaku.
Pasal 5
Rumah sakit harus mulai dibangun setelah mendapatkan izin mendirikan
Izin mendirikan berlaku 2 tahun dan dapat diperpanjang 1 tahun
Apabila dalam jangka waktu tersebut belum/tidak melakukan pembangunan
maka harus mengajukan izin pendirian yang baru
BAB III Bagian ketiga: izin operasional
Pasal 6 :
persyaratan
izin operasional rumah sakit :
1. Sarana dan prasarana
2. Peralatan
3. Sumber daya manusia
4. Administrasi dan manajemen
1. Sarana dan prasarana
2. Peralatan
3. Sumber daya manusia
4. Administrasi dan manajemen
Pasal 7 :
Izin operasional sementara diberikan kepada RS yang belum dapat memenuhi
seluruh persyaratan pasal 6 dan diberikan untuk jangka waktu 1 (satu) tahun
*Sarana dan
prasarana:
Tersedia dan berfungsinya sarana dan prasarana pada rawat jalan, rawat
inap, gawat darurat, operasi/bedah, tenaga kesehatan, radiologi, ruang
laboratorium, ruang sterilisasi, ruang farmasi, ruang pendidikan dan latihan,
ruang kantor dan administrasi, ruang ibadah, ruang tunggu, ruang penyuluhan
kesehatan masyarakat rumah sakit; ruang menyusui, ruang mekanik, ruang dapur,
laundry, kamar jenazah, taman, pengolahan sampah, dan pelataran parkir yang
mencukupi sesuai dengan jenis dan klasifikasinya.
*Peralatan
Peralatan: Tersedia dan berfungsinya peralatan/perlengkapan medik
dan non medik untuk penyelenggaraan pelayanan yang memenuhi standar pelayanan,
persyaratan mutu, keamanan, keselamatan dan laik pakai sesuai dengan jenis dan
klasifikasinya.
Memiliki izin pemanfaatan dari instansi berwenang sesuai ketentuan yang
berlaku untuk peralatan tertentu, misalnya; penggunaan peralatan radiologi
harus mendapatkan izin dari Bapeten.
*Sumber daya manusia,
Tersedianya tenaga medis, dan keperawatan yang purna waktu, tenaga
kesehatan lain dan tenaga non kesehatan telah terpenuhi sesuai dengan jumlah,
jenis dan klasifikasinya.
Standar SDM di RS Umum
Standar SDM pada rumah sakit khusus:
Jumlah dan jenisnya sesuai dengan jenis rumah sakit khususnya, misal
untuk RSK Jiwa dengan RSK Paru berbeda- beda standarnya. Untuk lebih jelas
dapat dilihat pada Permenkes 340/Menkes/Per/III/2010 tentang Klasifikasi Rumah
Sakit
*Administrasi dan manajemen:
Memiliki organisasi paling sedikit terdiri atas Kepala Rumah Sakit atau Direktur
Rumah Sakit, unsur pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur penunjang medis,
komite medis, satuan pemeriksaan internal, serta administrasi umum dan
keuangan.
Kepala Rumah Sakit harus seorang tenaga medis yang mempunyai kemampuan
dan keahlian di bidang perumahsakitan.
Tenaga struktural yang menduduki jabatan sebagai pimpinan harus
berkewarganegaraan Indonesia.
Pemilik Rumah Sakit tidak boleh merangkap menjadi kepala Rumah Sakit.
Membuat daftar
tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran atau kedokteran gigi dan tenaga
kesehatan lainnya.
Memiliki dan menyusun dan melaksanakan peraturan internal Rumah Sakit (hospital by laws dan medical staf by laws).
Memilik standar prosedur operasional pelayanan Rumah Sakit
Memiliki dan menyusun dan melaksanakan peraturan internal Rumah Sakit (hospital by laws dan medical staf by laws).
Memilik standar prosedur operasional pelayanan Rumah Sakit
Pasal 8
(Penetapan kelas):
RS yang telah memiliki izin operasional sementara harus mengajukan surat
permohonan penetapan kelas RS kpd Menteri
Persyaratan administrasi :
Rekomendasi dari Dinkes Kabupaten Kab/Kota dan Dinkes Provinsi;
Profil dan data rumah sakit; dan
Isian Instrumen Self Assesment penetapan kelas
Penilaian dilakukan oleh Tim Penilai dan hasilnya ditetapkan oleh
Menteri
PROSEDUR PENGAJUAN IJIN RUMAH SAKIT
PROSEDUR
1. Pemohon datang ke KPT, mengambil, mengisi dan menandatangani formulir serta melampirkan persyaratan.
2. Setelah diteliti dan dinyatakan lengkap dan benar, berkas permohonan diagendakan dan kepada pemohon diberikan arsip permohonan.
3. Berkas permohonan selanjutnya diproses sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
4. Apabila Ijin telah diterbitkan pemohon akan diberitahu oleh KPT dan selanjutnya bisa diambil di loket pengambilan KPT.
JENIS IJIN RUMAH SAKIT
1. Ijin Mendirikan RSU, RSB, RSIA.
2. Ijin Sementara atau Ijin Operasional Sementara RSU, RSB, RSIA.
3. Ijin Tetap atau Ijin Penyelenggaraan RSU, RSB, RSIA.
4. Perpanjangan Ijin tetap RSU, RSB, RSIA.
JANGKA WAKTU
PENYELESAIAN
Jangka waktu penyelesaian adalah 30 hari kerja sejak diterimanya permohonan dan diagendakan di KPT
Masa Berlaku
1. Ijin Sementara : 6 bulan
2. Ijin Tetap : 5 tahun