MANAJEMEN RS (RUMAHSAKIT)
MANAJEMEN RS (RUMAHSAKIT)
A.Pengertian
Manajemen adalah ilmu atau seni tentang bagaimana menggunakan sumber daya
secara efisien, efektif, dan rasional untuk mencapai tujuan organisasi yang
telah ditetapkan sebelumnya.
Beberapa pengertian rumah sakit yang dikemukakan oleh para
ahli, diantaranya :
a. Menurut Assosiation of Hospital Care (1947)
Rumah sakit adalah pusat dimana pelayanan kesehatan masyarakat, pendidikan
serta penelitian kedokteran diselenggarakan.
b. Menurut American Hospital Assosiation (1974)
rumah sakit adalah suatu alat organisasi yang terdiri tenaga medis professional
yang terorganisir serta sarana kedokteran yang permanen menyelenggarakan
pelayanan kedokteran, asuhan keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis serta
pengobatan penyakit yang diderita oleh pasien.
c. menurut Wolper dan Pena (1997) rumah sakit adalah
tempat dimana orang sakit mencari dan menerima pelayanan kedokteran serta
tempat dimana pendidikan klinik untuk mahasiswa kedokteran, perawat dan tenaga
profesi kesehatan lainya diselenggarakan.
Jadi dapat di ambil kesimpulan bahwa manajemen rumah sakit adalah seni
tentang bagaimana menggunakan sumber daya secara efisien, efektif, dan rasional
untuk mewujudkan rumah sakit yang nyaman,terprogram,dan punya sistem yang
mantap untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Rumah sakit sebagai salah satu subsistem pelayanan kesehatan
menyelenggarakan dua jenis pelayanan untuk masyarakat yaitu pelayanan kesehatan
dan pelayanan administrasi. Pelayanan kesehatan mencakup pelayanan medik,
pelayanan penunjang medik, rehabilitasi medik dan pelayanan perawatan.
Pelayanan tersebut dilaksanakan melalui unit gawat darurat, unit rawat jalan,
dan unit rawat inap. Dalam perkembangannya pelayanan rumah sakit tidak terlepas
dari pembangunan ekonomi masyarakat. Perkembangan ini tercermin pada perubahan
fungsi klasik RS yang pada awalnya hanya memberikan pelayanan yang bersifat
penyembuhan (kuratif) terhadap pasien melalui rawat inap. Pelayangan RS
kemudian bergeser karena kemajuan ilmu pengetahuan khususnya ilmu kedokteran,
peningkatan pendapatan dan pendidikan masyarakat. Pelayanan kesehatan di RS
saat ini tidak saja bersifat kuratif (penyembuhan), tetapi juga bersifat
pemulihan (rehabilitatif). Keduanya dilaksanakan secara terpadu melalui upaya
promosi kesehatan (promotif) dan pencegahan (preventif). Dengan demikian,
sasaran pelayanan kesehatan RS bukan hanya untuk individu pasien, tetapi juga
berkembang untuk keluarga pasien dan masyarakat umum. Fokus perhatiannya memang
pasien yang datang atau yang dirawat sebagai individu dan bagian dari keluarga.
Atas dasar sikap seperti itu pelayanan kesehatan di RS merupakan pelayanan
kesehatan yang paripurna (komperhensif dan holistik).
B.Jenis Rumah Sakit Di Indonesia
Di Indonesia dikenal tiga jenis RS sesuai dengan kepemilikan, jenis
pelayanan dan kelasnya. Berdasarkan kepemilikannya, dibedakan tiga macam RS
yaitu RS Pemerintah (RS Pusat, RS Propinsi, RS Kabupaten), RS BUMN/ABRI, dan RS
Swasta yang menggunakan dana investasi dari sumbar dalam negeri (PMDN) dan
sumber luar negeri (PMA). Jenis RS yang kedua adalah RS Umum, RS Jiwa, RS
Khusus (mata, paru, kusta, rehabilitasi, jantung, kanker, dsb). Jenis RS yang
ketiga adalah RS kelas A, kelas B (pendidikan dan non-pendidikan), RS kelas C
dan RS kelas D (Kepmenkes No.51 Menkes/SK/II/1979). Pemerintah sudah
meningkatkan status semua RS Kabupaten menjadi kelas C.
Keputusan Menteri Kesehatan No.134 Menkes/SK/IV/78 Th.1978 tentang susunan
organisasi dan tata kerja Rumah Sakit Umum di Indonesia antara lain
Pasal 1 : Rumah Sakit Umum adalah organisasi di lingkungan Departemen
Kesehatan yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Dirjen Yan
Medik.
Pasal 2 : Rumah Sakit Umum mempunyai tugas melaksanakan pelayanan kesehatan
(caring) dan penyembuhan (curing) penderita serta pemulihan keadaan cacat badan
dan jiwa (rehabilitation).
Pasal 3 : Untuk menyelenggarakan tugas tersebut RS mempunyai fungsi :
1. Melaksanakan
usaha pelayanan medik
2. Melaksanakan usaha rehabilitasi medik
3. Usaha pencegahan komplikasi penyakit dan peningkatan pemulihan kesehatan
4. Melaksanakan usaha perawatan
5. Melaksanakan usaha pendidikan dan latihan medis dan paramedis
6. Melaksanakan sistem rujukan
7. Sebagai tempat penelitian
2. Melaksanakan usaha rehabilitasi medik
3. Usaha pencegahan komplikasi penyakit dan peningkatan pemulihan kesehatan
4. Melaksanakan usaha perawatan
5. Melaksanakan usaha pendidikan dan latihan medis dan paramedis
6. Melaksanakan sistem rujukan
7. Sebagai tempat penelitian
Pasal 4 :
1. RS Umum yang
dimaksud dalam keputusan ini adalah RS kelas A, kelas B, kelas C.
2. RS Umum kelas A adalah RSU yang melaksanakan pelayanan kesehatan yang spesialistik dan subspesialistik yang luas
3. RS Umum kelas B adalah RSU yang melaksanakan pelayanan kesehatan spesialistik yang luas.
4. RS Umum kelas C adalah RSU yang melaksanakan pelayanan kesehatan spesialistik paling sedikit
2. RS Umum kelas A adalah RSU yang melaksanakan pelayanan kesehatan yang spesialistik dan subspesialistik yang luas
3. RS Umum kelas B adalah RSU yang melaksanakan pelayanan kesehatan spesialistik yang luas.
4. RS Umum kelas C adalah RSU yang melaksanakan pelayanan kesehatan spesialistik paling sedikit
empat spesialis dasar yaitu: Penyakit Dalam, Penyakit Bedah, Penyakit
Kebidanan/Kandungan, dan Kesehatan Anak.
C.Penerapan Manajemen Rumah Sakit
Rumah sakit perlu menerapkan sistem manajemen yang berorientasi pada kepuasan pelanggan. Untuk itu rumah sakit di Indonesia harus menciptakan kinerja yang unggul. Kinerja yang unggul atau Performance Excellence merupakan salah satu faktor utama yang harus diupayakan oleh setiap organisasi untuk memenangkan persaingan global, begitu juga oleh perusahaan penyedia jasa pelayanan kesehatan.
Banyak cara yang dapat dilakukan oleh para pengelola rumah sakit untuk
menciptakan kinerja yang unggul diantaranya melalui pemberian pelayanan yang
bagus serta tindakan medis yang akurat dan mekanisme pengelolaan mutu tentunya.
Salah satu strategi yang dilakukan oleh pengelola rumah sakit swasta dalam
mempertahankan atau meningkatkan jumlah konsumen adalah pelayanan. Tuntutan
untuk mendapatkan pelayanan yang berkualitas dan nyaman semakin meningkat,
sesuai dengan meningkatnya kesadaran arti hidup sehat. Keadaan ini dipengaruhi
oleh tingkat pendidikan, sosial budaya dan sosial ekonomi masyarakat yang perlu
mendapat perhatian dari pengelola rumah sakit.
Untuk memenuhi tuntutan masyarakat tersebut, di setiap kota besar seperti
Jakarta banyak sekali usaha rumah sakit dengan kualitas pelayanan dan peralatan
medis yang prima dapat kita temukan di setiap sudut kota, sehingga masyarakat
konsumen yang tadinya harus ke luar negeri demi servis dan kualitas dokter yang
prima, sekarang tidak perlu lagi ke luar negeri.
Dalam usaha peningkatan kualitas pelayanan terhadap konsumen, rumah sakit
berusaha untuk mempunyai tenaga dokter ahli yang tetap, sekaligus
memperkerjakan dokter waktu dan dokter kontrak. Bahkan di beberapa rumah sakit
di kota besar seperti Jakarta dapat kita jumpai pelayanan Unit Gawat Darurat
(UGD) yang ditangani oleh dokter tetap maupun dokter kontrak.
Bahkan ada rumah sakit yang menyediakan tempat dan sarana lengkap seperti
laboratorium dengan tenaga analis, radiologi dan tempat perawatan yang serba
lengkap. Sedangkan untuk tenaga dokternya mereka mengambil dokter-dokter
spesialis yang terkenal dan pengelola rumah sakit menganggap dokter spesialis
dan pasiennya sebagai “customer” mereka
Untuk menjaga agar dokter spesialis ternama tersebut tetap menjadi customer
mereka, maka pihak rumah sakit melakukan strategi sedemikian rupa. Diantaranya
dengan menyediakan peralatan medis yang dikehendaki oleh para dokter tersebut
Sedangkan untuk menghasilkan mekanisme pengelolaan mutu yang bagus,
perusahaan dalam hal ini rumah sakit perlu menerapkan metode pengukuran yang
efektif untuk dapat menganalisis dan menemukan dimensi mutu 0 yang perlu
diperbaiki atau ditingkatkan untuk mencapai mutu yang tinggi. Salah satu model
pengukuran yang sudah dikenal luas dan terbukti secara efektif membantu
keberhasilan penerapan sistem manajemen mutu adalah sistem Malcolm Baldrige
National Quality Award. Malcolm Baldrige National Quality Awards (MBNQA)
merupakan sistem manajemen yang sangat efektif untuk menghasilkan loyalitas
pelanggan dan kinerja tinggi bila diterapkan dengan tepat.
Kriteria penilaian/pengukuran kinerja yang dimiliki oleh MBNQA juga dapat
digunakan oleh industri jasa pelayanan kesehatan, yang disebut dengan
Performance Excellence for Health Care based on MBNQA. Kriteria dari
Performance Excellence for Health Care based on MBNQA terdiri dari 7 kategori,
yaitu: Health Care Results, Patient -and Other Customer- Focused Results,
Financial and Market Results, Staff and Work System Results, Organizational
Effectiveness Results, Governance and Social Responsibility Results.
Dengan penerapan sistem manajemen mutu secara menyeluruh dan model
pengukuran tepat maka perusahaan akan menjadi perusahaan kelas dunia yang siap
memenangkan persaingan.
Dalam penerapannya, manajemen di rumah sakit dapat dilihat dari fungsi
perencanaan rumah sakit dan fungsi pergerakan dan pelaksanaan rumah sakit.
D.Fungsi Perencanaan Rumah
Sakit
Perencanaan merupakan proses yang menyangkut upaya yang dilakukan untuk
mengantisipasi kecenderungan di masa yang akan datang dan penentuan strategi
dan taktik yang tepat untuk mewujudkan target dan tujuan suatu organisasi.
Ada dua alasan mengapa perencanaan diperlukan yaitu untuk mencapai
“Protective bennefits” yaitu merupakan hasil dari pengurangan kemungkinan terjadinya
kesalahan dalam pembuatan keputusan dan “Positive benefit” yaitu untuk
peningkatan pencapaian tujuan organisasi.
Fungsi perencanaan di bidang kesehatan adalah proses untuk merumuskan
masalah-masalah kesehatan di masyarakat, menentukan kebutuhan dan sumber daya
yang tersedia, menetapkan tujuan program yang paling pokok, dan menyusun
langkah-langkah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Perencanaan merupakan fungsi yang penting karena akan menentukan
fungsi-fungsi manajemen yang lainnya dan merupakan landasan dasar dari fungsi
manajemen secara keseluruhan. Perencanaan manajerial akan memberikan pola
pandang secara menyeluruh terhadap semua pekerjaan yang akan dijalankan, siapa
yang akan melakukan dan kapan akan dilakukan. Perencanaan merupakan tuntutan
terhadap proses pencapaian tujuan secara efektif dan efisien.
Manfaat Perencanaan Rumah Sakit
Melalui perencanaan program di rumah sakit akan dapat diketahui:
1. Tujuan program di rumah sakit dan bagaimana cara
mencapainya.
2. Jenis dan kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan tersebut.
3. Struktur organisasi rumah sakit yang dibutuhkan.
4. Jumlah dan jenis kualifikasi staf yang diinginkan, dan uraian tugasnya.
5. Sejauh mana efektifitas kepemimpinan di rumah sakit.
6. Komunikasi serta bentuk dan standar pengawasan yang perlu dikembangkan oleh manajer dan perlu dilaksanakan.
2. Jenis dan kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan tersebut.
3. Struktur organisasi rumah sakit yang dibutuhkan.
4. Jumlah dan jenis kualifikasi staf yang diinginkan, dan uraian tugasnya.
5. Sejauh mana efektifitas kepemimpinan di rumah sakit.
6. Komunikasi serta bentuk dan standar pengawasan yang perlu dikembangkan oleh manajer dan perlu dilaksanakan.
Keuntungan perencanaan rumah sakit yang baik:
1. Aktifitas di
rumah sakit lebih terarah untuk mencapai tujuan.
2. Mengurangi atau menghilangkan jenis pekerjaan yang tidak produktif.
3. Alat pengukur hasil kegiatan yang dicapai.
4. Memberikan landasan pokok fungsi manajemen lainnya yaitu fungsi pengawasan.
2. Mengurangi atau menghilangkan jenis pekerjaan yang tidak produktif.
3. Alat pengukur hasil kegiatan yang dicapai.
4. Memberikan landasan pokok fungsi manajemen lainnya yaitu fungsi pengawasan.
Kerugian perencanaan rumah sakit:
1. Keterbatasan
dalam ketepatan informasi dan fakta-fakta tentang masa yang akan datang.
2. Memerlukan biaya yang cukup besar.
3. Hambatan psikologis.
4. Menghambat timbulnya inisiatif.
5. Terhambatnya tindakan yang perlu diambil.
2. Memerlukan biaya yang cukup besar.
3. Hambatan psikologis.
4. Menghambat timbulnya inisiatif.
5. Terhambatnya tindakan yang perlu diambil.
Langkah-langkah Perencanaan Rumah Sakit:
1. Analisis situasi
Tujuannya adalah untuk mengumpulkan data atau fakta. Analisis situasi ini
melibatkan beberapa aspek ilmu yaitu:
* Epidemiologi
(distribusi penyakit dan determinannya) yakni kelompok penduduk sasaran (who)
yang menderita kejadian tersebut, dimana, kapan masalah tersebut terjadi.
Misalnya: data jenis penyakit yang dapat dicegah dari imunisasi.
* Antropologi (aspek budaya dan perilaku sehat, sakit masyarakat)
* Demografi (angka-angka vital statistik). Misalnya: berdasarkan kelompok umur, jumlah kelahiran dan kematian, jumlah AKI dan sebagainya.
* Statistik (mengolah dan mempresentasikan data).
* Ekonomi (pembiayaan kesehatan) meliputi pendapatan, tingkat pendidikan, norma sosial, dan sistem kepercayaan masyarakat.
* Geografis yaitu meliputi semua informasi karakteristik wilayah yang dapat mempengaruhi masalah tersebut.
* Organisasi pelayanan meliputi motivasi kerja staf dan kader, keterampilan, persediaan vaksin dan sebagainya.
* Antropologi (aspek budaya dan perilaku sehat, sakit masyarakat)
* Demografi (angka-angka vital statistik). Misalnya: berdasarkan kelompok umur, jumlah kelahiran dan kematian, jumlah AKI dan sebagainya.
* Statistik (mengolah dan mempresentasikan data).
* Ekonomi (pembiayaan kesehatan) meliputi pendapatan, tingkat pendidikan, norma sosial, dan sistem kepercayaan masyarakat.
* Geografis yaitu meliputi semua informasi karakteristik wilayah yang dapat mempengaruhi masalah tersebut.
* Organisasi pelayanan meliputi motivasi kerja staf dan kader, keterampilan, persediaan vaksin dan sebagainya.
Jenis informasi yang diperlukan untuk perencanaan adalah:
* Penyakit dan
kejadian sakit di wilayah kerja.
* Data kependudukan.
* Jenis dan organisasi pelayanan kesehatan yang tersedia.
* Keadaan lingkungan dan aspek geografisnya.
* Sarana dan sumber daya penunjang.
* Data kependudukan.
* Jenis dan organisasi pelayanan kesehatan yang tersedia.
* Keadaan lingkungan dan aspek geografisnya.
* Sarana dan sumber daya penunjang.
Pengumpulan data dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung, yaitu:
* Mendengarkan
keluhan masyarakat di lapangan.
* Membahas masalah-masalah kesehatan dengan tokoh-tokoh formal dan informal masyarakat.
* Membahas masalah-masalah bersama petugas lapangan kesehatan.
* Membaca laporan kegiatan program kesehatan.
* Mempelajari peta wilayah, sensus penduduk, laporan khusus, hasil suatu survei, juklak program, laporan tahunan.
* Membahas masalah-masalah kesehatan dengan tokoh-tokoh formal dan informal masyarakat.
* Membahas masalah-masalah bersama petugas lapangan kesehatan.
* Membaca laporan kegiatan program kesehatan.
* Mempelajari peta wilayah, sensus penduduk, laporan khusus, hasil suatu survei, juklak program, laporan tahunan.
Masalah kesehatan tersebut meliputi:
* Masalah penyakit (medis), intervensi medis yaitu diagnosa penyakit,
pengobatan dan tindak lanjut.
* Masalah kesehatan masyarakat (Public health), surveilen, analisis epidemiologi, intervensi yaitu promosi kesehatan, perlindungan spesifik atau imunisasi dan deteksi dini.
* Masalah kesehatan masyarakat (Public health), surveilen, analisis epidemiologi, intervensi yaitu promosi kesehatan, perlindungan spesifik atau imunisasi dan deteksi dini.
2. Mengidentifikasi masalah
dan prioritasnya
Masalah dapat dibagi dalam tiga kategori yaitu masalah tentang penyakit,
masalah manajemen pelayanan kesehatan (masalah program), dan masalah perilaku,
sikap dan pengetahuan masyarakat. Prioritas masalah secara praktis dapat
ditetapkan berdasarkan pengalaman staf, dana, dan mudah tidaknya maslah
dipecahkan. Prioritas masalah dijadikan dasar untuk menentukan tujuan.
Contoh masalah tentang penyakit antara lain KIA/ KB, tingginya prevalensi
anemia pada remaja putri dan wanita hamil, partus kasep, kematian ibu bersakin,
BBLR, kematian neonatal dan perinatal (misalnya akibat tetanus neonatorum,
ISPA, diare), infertility, mioma, Ca. Cervix, Ca. Mammae serta masalah
komplikasi pemakaian IUD.
Contoh masalah program adalah sebagai berikut:
* Masalah input,
jumlah staf kurang, keterampilan dan motivasi kerja rendah, peralatan kurang
memadai, jenis obat yang tersedia tidak sesuai.
* Masalah proses, terkait dengan fungsi manajemen (POAC) yaitu kurang jelas tujuan program, kurang jelas rumusan masalah program (Planning), pembagian tugas tidak jelas (Organizing), kepemimpinan kurang (Actuating), pengawasan atau supervisi lemah (Controlling).
Contoh masalah manajemen pelayanan kesehatan antara lain tingginya jumlah
anak yang menderita diare, air minum yang terkontaminasi air limbah, kebutuhan
masyarakat akan penyuluhan kesehatan, banyaknya tumpukan sampah di sepanjang
jalan umum, pemilikan jamban keluarga yang masih rendah, kurangnya persediaan
oralit di Posyandu dan tervatasnya jumlah staf yang mampu melakukan deteksi
dini diare. Yang menjadi prioritas atau masalah utama adalah tingginya jumlah
anak yang menderita diare.
Kriteria penetapan prioritas
masalah kesehatan:
* Apakah masalah
tersebut menimpa sebagian besar penduduk?
* Apakah masalah tersebut potensial sebagai penyebab tingginya kematian bayi?
* Apakah masalah tersebut mempengaruhi kesehatan dan kematian anak balita?
* Apakah masalah tersebut mengganggu kondisi kesehatan dan mengakibatkan kematian ibu hamil?
* Apakah masalah kesehatan tersebut bersifat kronis, mnimbulkan kecatatan, dan mengganggu produktifitas kerja masyarakat di suatu wilayah?
* Apakah masalah tersebut mengakibatkan kepanikan masyarakat secara luas?
* Apakah masalah tersebut potensial sebagai penyebab tingginya kematian bayi?
* Apakah masalah tersebut mempengaruhi kesehatan dan kematian anak balita?
* Apakah masalah tersebut mengganggu kondisi kesehatan dan mengakibatkan kematian ibu hamil?
* Apakah masalah kesehatan tersebut bersifat kronis, mnimbulkan kecatatan, dan mengganggu produktifitas kerja masyarakat di suatu wilayah?
* Apakah masalah tersebut mengakibatkan kepanikan masyarakat secara luas?
Kriteria berdasarkan
fisibilitas di lapangan:
* Apakah daerah
itu mudah dicapai?
* Bagaimana partisipasi masyarakat setempat?
* Berapa cakupan kegiatan program yang telah mampu dicapai selama ini?
* Apakah masalah kesehatan tersebut adalah salah satu prioritas program kesehatan nasional?
* Apakah masalah kesehatan tsb. dapat dipecahkan dengan potensi yg. Ada?
* Bagaimana partisipasi masyarakat setempat?
* Berapa cakupan kegiatan program yang telah mampu dicapai selama ini?
* Apakah masalah kesehatan tersebut adalah salah satu prioritas program kesehatan nasional?
* Apakah masalah kesehatan tsb. dapat dipecahkan dengan potensi yg. Ada?
3. Penentuan tujuan program
Kriteria penentuan tujuan program:
* Tujuan adalah
hasil yang diinginkan (tolok ukur keberhasilan kegiatan).
* Tujuan harus sesuai dengan masalah, bisa dicapai, bisa diukur, bisa dilihat hasilnya.
* Tujuan penting untuk membuat perencanaan dan mengevaluasi hasilnya.
* Target operasional berhubungan dengan waktu.
* Tetapkan kegiatan program untuk mencapai tujuan.
* Tetapkan masalah dan faktor-faktor penghambat sebelum tujuan dan target operasional ditetapkan.
* Tujuan harus sesuai dengan masalah, bisa dicapai, bisa diukur, bisa dilihat hasilnya.
* Tujuan penting untuk membuat perencanaan dan mengevaluasi hasilnya.
* Target operasional berhubungan dengan waktu.
* Tetapkan kegiatan program untuk mencapai tujuan.
* Tetapkan masalah dan faktor-faktor penghambat sebelum tujuan dan target operasional ditetapkan.
Contoh: Untuk meningkatkan cakupan pemeriksaan antenatal care ibu-ibu
hamil, dirumuskan tujuan pelayanan “meningkatnya cakupan K1 (kunjungan ibu
hamil yang pertama) dari 80% menjadi 100%, dan K4 60% menjadi 80%”. Perlu
didistribusikan bidan di setiap desa. Perlu penyediaan kit bidan lengkap.
4. Mengkaji hambatan dan
kelemahan program
Sebelum menentukan tolak ukur, perlu dipelajari hambatan-hambatan program
kesehatan yang pernah dialami atau diperkirakan baik yang bersumber dari
masyarakat, lingkungan, Puskesmas maupun dari sektor lainnya.
Hambatan program dalam manajemen rumah sakit antara lain:
* Hambatan pada
sumber daya yaitu meliputi motivasi yang rendah pada staf pelaksana,
partisipasi masyarakat yang rendah, peralatan tidak lengkap, informasi tidak
valid, dana yang kurang dan yang waktu kurang.
* Hambatan pada lingkungan yaitu meliputi geografis (jalan rusak), iklim, tingkat pendidikan rendah, sikap dan budaya masyarakat (mitos, tabu, salah persepsi) serta perilaku masyarakat yang kurang partisipatif.
Langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah membuat daftar hambatan dan
kendala program kemudaian mengeliminasi, memodifikasi, serta mengurangi yang
tidak bisa dilakukan dan menyesuaikannya dengan tujuan operasional kegiatan
program.
5. Membuat rencana kerja
operasional
Dengan Rencana Kerja Operasional (RKO) akan memudahkan pimpinan mengetahui
sumber daya yang dibutuhkan dan sebagai alat pemantau. Pembahasan rencana kerja
operasional meliputi:
* Mengapa
kegiatan ini penting dilaksanakan?
* Apa yang akan dicapai?
* Bagaimana cara mengerjakannya?
* Siapa yang akan mengerjakan dan siapa sasaran kegiatannya?
* Sumber daya pendukung?
* Dimana kegiatan akan dilaksanakan?
* Kapan kegiatan ini akan dikerjakan?
* Apa yang akan dicapai?
* Bagaimana cara mengerjakannya?
* Siapa yang akan mengerjakan dan siapa sasaran kegiatannya?
* Sumber daya pendukung?
* Dimana kegiatan akan dilaksanakan?
* Kapan kegiatan ini akan dikerjakan?
E.Fungsi Penggerakan Dan
Pelaksanaan(Acctuating) Di Rumah Sakit
Kompleksitas fungsi actuating di sebuah RS
dipengaruhi oleh dua aspek yaitu:
* Sifat pelayanan kesehatan yang ientasi kepada konsumen penerima jasa
pelayanan (customer service). Hasil perawatan pasien sebagai customer RS ada
tiga kemungkinan yaitu sembug sempurna, cacat (squalae), atau mati. Apapun
kemungkinan hasilnya, kualitas pelayananharus diarahkan untuk kepuasan pasien
(customer satisfaction) dan keluarganya.
* Pelaksanaan fungsi actuating cukup kompleks karena tenaga yang bekerja di RS terdiri dari berbagai jenis profesi.
Kompleksitas ketenagaan dan jenis profesi yang dimiliki oleh RS, menuntut
dikembangkannya kepemimpinan partisipatif. Model kepemimpinan manajerial
seperti ini akan menjadi salah satu faktor yang ikut menentukan mutu pelayanan
RS (quality of services) karena pelayanan kesehatan di RS hampir semuanya
saling terkait satu sama lain. Atas dasar ini, pelayanan di RS harus
mengembangkan sistem jaringan kerja internal (networking) yang solid dan
menunjang satu sama lain.
Semua staf RS harus memahami visi dan misi pengembangan RS serta kebijakan
operasional pimpinan. Untuk menjaga otonomi profesi dari masing-masing SMF,
kualitas pelayanan di RS harus disesuaikan dengan standar profesi yang harus
ditetapkan oleh setiap perkumpulan dokter ahli (ikatan profesi). Stanndar
profesi dikenal denga medical of conduct dan medical ethic juga harus selalu
diperhatikan oleh semua staf SMF dalam rangka menjaga mutu pelayanan RS
(quality of care).
Sehubungan dengan kompleksitas sistem ketenagaan dan misi yang harus
diemban oleh RS, penerapan fungsi actuating di RS akan sangat tergantung dari
empat faktor. Faktor pertama adalah kepemimpinan direktur RS; kedua adalah
koordinasi yang dikembangkan oleh masing-masing Wakil Direktur dengan kepala
SMF dan kepala instalasinya; ketiga adalah komitmen dan profesionalisme tenaga
medis dan non medis di RS (dokter, perawat, dan tenagapenunjang lainnya), dan
keempat adalah pemahaman pengguna jasa pelayanan RS (pasien dan keluarganya)
akan jenis pelayanan kesehatan yang tersedia di RS.
Peranan dokter spesialis sangat besar pengaruhnya di dalam penerapan fungsi
actuating ini. Sifat otonomi profesi di tiap-tiap SMF harus diiatur agar tidak
menjadi penghambat penerapan fungsi actuating di RS. Untuk itu, mereka harus
memahami benar visi dan misi RS yang ingin dikembangkan oleh pihak manajemen
(direktur) RS. Oleh karena itu, fungsi RS harus dilihat dalam konteks kesatuan
kerja dari sebuah tatanan sistem yang terpadu.Pelayanan kesehatan
dimasing-masing SMF adalah subsistemnya.
Di pihak lain, intensitas dan frekuensi komunikasi abtara pihak pimpinan RS
dan semua staf profesional harus berlangsung dinamis. Kepemimpinan, komunikasi,
koordinasi merupakan faktor penting didalam pengembangan fungsi actuating.
Ketiganya akan memudahkan penjabaran visi dan misi serta strategi pimpinan RS
menembangkan mutu pelayanan kesehatan di masing-masing SMF.Di sisi lain,
dibutuhkan juga peningkatan keterampilan manajerial di pihak pimpinan RS
sehingga lebih mampu mengintregasikan masing-masing tugas SMF ke dalam satu
kesatuan gerak (networking) yang harmonis dan saling menunjang peningkatan mutu
pelayanan RS demi kepuasan pelanggannya. Jika pendekatan ini kurang dipahami
oleh pihak manajemen RS dan pimpinan SMF, budaya kerja yang berorientasi kepada
peningkatan mutu pelayanan RS tidak akan berkembang. Meraka cenderung akan
bertindak sendiri, arogansi profesi dan dukungan sarana dan prasarana (input)
pelayanan RS (teknologi dan peralatan kedokteran, logistik, keuangan, dan
sebagainya) kurang mendapat perhatian. Untuk itu pengembangan budaya kerja staf
di SMF harus diarahkan untuk mendukung tercapainya visi dan misi RS. Meraka
harus menyadari akan peranannya sebagai staf RS yang diberikan tugas istimewa
memberikan asuhan pelayanan medik dan kesehatan kepada masyarakat (customer)
yang menggunakan jasa pelayanan RS.
F.Indikator Penilaian Mutu
Asuhan Kesehatan
Mutu asuhan kesehatan sebuah RS akan selalu terkait dengan struktur, proses, outcome sistem pelayanan RS yersebut. Mutu asuhan pelayanan RS juga dapat dikaji dari tingkat pemanfaatan sarana pelayanan oleh masyarakat, mutu pelayanan dan tingkat efisiensi RS.
a) Aspek struktur
Struktur adalah semua masukan (input) untuk system pelayanan sebuah RS yang
meliputi tenaga, peralatan, dana dan sebagainya. Ada sebuah asuransi yang
mengatakan bahwa jika struktur sistem RS tertata dengan baik, akan lebih
menjamin mutu asuhannya. Baik tidaknya struktur RS diukur dari tingkat
kewajaran, kuantitas, biaya, efisiensi, mutu dari masing – masing komponen
struktur.
b) Proses
Proses adalah semua kegiatan dokter dan tenaga professional lainnya yang
mengadakan interaksi secara profesional dengan pasiennya. Interaksi ini diukur
antara lain dalam bentuk penilaian tentang pasien, penegakan diagnosa, rencana
tindakan pengobatan, indikasi tindakan, penanganan penyakit, dan prosedur
pengobatan.
Dalam hal ini juga dianut asumsi bahwa semakin patuh tenaga profesi
menjalankan ”standards of good practice” yang telah diterima dan diakui oleh
masing – masing ikatan profesi, akan semakin tinggi pula mutu asuhan terhadap
pasien. Baik tidaknya pelaksanaan proses pelayanan di RS dapat diukur dari tiga
aspek yaitu relevan tidaknya proses itu bagi pasien, efektivitas prosesnya, dan
kualitas interaksi asuhan terhadap pasien.
c) Outcome
Outcome adalah hasil akhir kegiatan dokter dan tenaga profesi lainnya di RS
terhadap pasien. Di sini diperlukan pedoman untuk mengukur mutu asuhan
pelayanan kesehatan. Indikator mutu pelayanan medis meliputi :
1. Angka infeksi
nosokomial
2. Angka kematian kasar (Gross Death Rate)
3. Kematian pasca bedah
4. Kematian ibu melahirkan ( Maternal Death Rate-MDR)
5. Kematian bayi baru lahir (Infant Death Rate-IDR)
6. NDR (Net Death Rate di atas 48 jam)
7. ADR (Anasthesia Death Rate)
8. PODR (Post Operation Death Rate)
9. POIR (Post Operative Infection Rate)
2. Angka kematian kasar (Gross Death Rate)
3. Kematian pasca bedah
4. Kematian ibu melahirkan ( Maternal Death Rate-MDR)
5. Kematian bayi baru lahir (Infant Death Rate-IDR)
6. NDR (Net Death Rate di atas 48 jam)
7. ADR (Anasthesia Death Rate)
8. PODR (Post Operation Death Rate)
9. POIR (Post Operative Infection Rate)
Indikator mutu pelayanan untuk mengukur tingkat efisiensi RS :
1. Unit cost
untuk rawat jalan
2. Jumlah penderita yang mengalami dekubitus
3. Jumlah penderita yang jatuh dari tempat tidur
4. BOR (Bed Occupancy Rate)
5. BTO (Bed Turn Over)
6. TOI (Turn Over Interval)
7. ALOS (Average Length of Stay)
8. Normal Tissue Removal Rate
2. Jumlah penderita yang mengalami dekubitus
3. Jumlah penderita yang jatuh dari tempat tidur
4. BOR (Bed Occupancy Rate)
5. BTO (Bed Turn Over)
6. TOI (Turn Over Interval)
7. ALOS (Average Length of Stay)
8. Normal Tissue Removal Rate
Indikator mutu yang berkaitan dengan tingkat kepuasan pasien dapat diukur
dengan :
1. Jumlah keluhan
dari pasien/keluarganya
2. Surat pembaca di koran
3. Surat kaleng
4. Surat masuk dari kotak saran, dan sebagainya
5. Survei tingkat kepuasan pengguna pelayanan kesehatan RS
2. Surat pembaca di koran
3. Surat kaleng
4. Surat masuk dari kotak saran, dan sebagainya
5. Survei tingkat kepuasan pengguna pelayanan kesehatan RS
Indikator cakupan pelayanan sebuah RS terdiri dari :
1. Jumlah dan
pesentase kunjungan rawat jalan/inap menurut jarak PS dengan asal pasien
2. Jumlah pelayanan dan tindakan medik
3. Jumlah tindakan pembedahan
4. Jumlah kunjungan SMF spesialis
5. Pemfaatan oleh masyarakat
6. Contact rate
7. Hospitalization rate
8. Out patient rate
9. Emergency out patient rate
2. Jumlah pelayanan dan tindakan medik
3. Jumlah tindakan pembedahan
4. Jumlah kunjungan SMF spesialis
5. Pemfaatan oleh masyarakat
6. Contact rate
7. Hospitalization rate
8. Out patient rate
9. Emergency out patient rate
Untuk mengukur mutu pelayanan sebuah RS, angka-angka standar tersebut di
atas dibandingkan dengan standar (indikator) nasional. Jika tidak ada angka
standar nasional, penilaian dialkukan dengan menggunakan hasil pencatatan mutu
pada tahun sebelumnya di RS yang sama setelah dikembangkan kesepakatan pihak
manajemen / direksi RS yang bersangkutan dengan masing-masing SMF dan staf
lainnya yang terkait.
Indikator mutu yang mengacu pada keselamatan pasien:
1. Pasien
terjatuh dari tempat tidur/kamar mandi
2. Pasien diberi obat yang salah
3. Tidak ada obat/alat emergensi
4. Tidak ada oksigen
5. Tidak ada alat penyedot lendir
6. Tidak tersedia alat pemadam kebakaran
7. Pemakaian obat tidak sesuai standar
8. Pemakaian air, listrik, gas, dan sebagainya.
2. Pasien diberi obat yang salah
3. Tidak ada obat/alat emergensi
4. Tidak ada oksigen
5. Tidak ada alat penyedot lendir
6. Tidak tersedia alat pemadam kebakaran
7. Pemakaian obat tidak sesuai standar
8. Pemakaian air, listrik, gas, dan sebagainya.
Mutu pelayanan medis dan kesehatan di RS sangat erat kaitannya dengan
manajemen RS (quality of services) dan keprofesionalan kinerja SMF dan staf
lainnya di RS (quality of care). Keduanya merupakan oucome dari manajemen
manjaga mutu di RS (quality assurance) yang dilaksanakan oleh gugus kendali
mutu RS. Dalam hal ini, gugus kendali mutu dapat ditugaskan kepada komite medik
RS karena mereka adalah staf fungsional (nonstruktural) yang membantu direktur
RS dengan melibatkan semua staf SMF RS.
BAB III
PENUTUP
1.1 KESIMPULAN
Manajemen
rumah sakit adalah koordinasi antara berbagai sumber daya (unsur manajemen)
melalui proses perencanaan, pengorganisasian, ada kemampuan pengendalian untuk
mencapai tujuan rumah sakit seperti : Menyiapkan sumber daya, mengevaluasi efektivitas,
mengatur pemakaian pelayanan, Efisiensi,dan Kualitas.Dalam penerapannya, manajemen di rumah
sakit dapat dilihat dari fungsi perencanaan rumah sakit dan fungsi pergerakan
dan pelaksanaan rumah sakit
1.2 SARAN
Manajemen Rumah Sakit sangat penting dalam membangun suatu suatu Rumah
Sakit baik itu milik pemerintah maupun swasta. Oleh karena itu, setiap Rumah
Sakit harus membentuk konsep manajemen Rumah Sakit yang baik
agar stabil dalam pergerakannya.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
http://jajusuf.blogspot.com/2010/10/sistem-informasi-manajemen-rumah-sakit.htmldi unggah pada tanggal 29 Maret 2012
http://irwandykapalawi.wordpress.com/2009/04/16/sistem-informasi-manajemen-rumah-sakit/ di unggah pada tanggal 29 Maret 2012
http://id.shvoong.com/business-management/management/2242333-konsep-manajemen-logistik-rumah-sakit/#ixzz1qTIrYIas diunggah pada tanggal 30 Maret
2012
http://irwandykapalawi.wordpress.com/2009/04/16/sistem-informasi-manajemen-rumah-sakit/ diunggah pada tanggal 31 Maret 2012