Diagnosis Gagal Jantung - Mediaku

Mediaku

saya membuat blog ini berisi Anime, nonton bioskop, pelajaran Kesehatan, makalah, dan file pelajaran kesehatan. artikel blog ini bisa di download. semoga bermanfaat terimakasih telah berkunjung

Random Posts

Terbaru

Home Top Ad

Responsive Ads Here

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Friday, April 12, 2019

Diagnosis Gagal Jantung


ANAMNESA

Gejala kardinal gagal jantung adalah sesak nafas, intoleransi saat aktivitas, dan lelah.1,5 Keluhan lelah secara tradisional dianggap diakibatkan oleh rendahnya kardiak output pada gagal jantung, abnormalitas pada otot skeletal dan komorbiditas non-kardiak lainnya seperti anemia dapat pula memberikan kontribusi. Gagal jantung pada tahap awal, sesak hanya dialami saat pasien beraktivitas berat, seiring dengan semakin beratnya gagal jantung, sesak terjadi pada aktivitas yang semakin ringan dan akhirnya dialami pada saat istirahat. Penyebab dari sesak ini kemungkinan besar multifaktorial, mekanisme yang paling penting adalah kongesti paru, yang diakibatkan oleh akumulasi cairan pada jaringan intertisial atau intraalveolar alveolus. Hal tersebut mengakibatkan teraktivasinya reseptor juxtacapiler J yang menstimulasi pernafasan pendek dan dangkal yang menjadi karakteristik cardiac dypnea. Faktor lain yang dapat memberikan kontribusi pada timbulnya sesak antara lain adalah kompliance paru, meningkatnya tahanan jalan nafas, kelelahan otot respiratoir dan diagfragma, dan anemia. Keluhan sesak bisa jadi semakin berkurang dengan mulai timbulnya gagal jantung kanan dan regurgitasi trikuspid.1

ORTHOPNU DAN PAROXYSMAL NOCTURNAL DYSPNEA
Ortopnu didefinisikan sebagai sesak nafas yang terjadi pada saat tidur mendatar, dan biasanya merupakan menisfestasi lanjut dari gagal jantung dibandingkan sesak saat aktivitas.1 Gejala ortopnu biasanya menjadi lebih ringan dengan duduk atau dengan menggunakan bantal tambahan. Ortopnu diakibatkan oleh redistribusi cairan dari sirkulasi splanchnic dan ekstrimitas bawah kedalam sirkulasi sentral saat posisi tidur yang mengakibatkan meningkatnya tekanan kapiler paru. Batuk-batuk pada malam hari adalah salah satu manisfestasi proses ini, dan seringkali terlewatkan sebagai gejala gagal jantung. Walau orthopnea merupakan gejala yang relatif spesifik untuk gagal jantung, keluhan ini dapat pula dialami pada pasien paru dengan obesitas abdomen atau ascites, dan pada pasien paru dengan mekanik kelainan paru yang memberat pada posisi tidur.1
Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND) adalah episode akut sesak nafas dan batuk yang umumnya terjadi pada malam hari dan membangunkan pasien dari tidurnya, biasanya terjadi 1 hingga 3 jam setelah pasien tertidur. Manisfestasi PND antara lain batuk atau mengi, umumnya diakibatkan oleh meningkatnya tekanan pada arteri bronchialis yang mengakibatkan kompresi jalan nafas,disertai edema pada intersitial paru yang mengakibatkan meningkatnya resistensi jalan nafas. Keluhan orthopnea dapat berkurang dengan duduk tegak pada sisi tempat tidur dengan kaki menggantung, pada pasien dengan keluhan PND, keluhan batuk dan mengi yang menyertai seringkali tidak menghilang, walau sudah mengambil posisi tersebut. Gejala PND relatif spesifik untuk gagal jantung. Cardiac Asthma(asma cardiale) berhubungan erat dengan timbulnya PND, yang ditandai dengan timbulnya wheezing sekunder akibat bronchospasme, hal ini harus dibedakan dengan asma primer dan penyebab pulmoner wheezing lainnya.5

EDEMA PULMONER AKUT
Hal ini diakibatkan oleh transudasi carian kedalam rongga alveolar sebagai akibat meningkatnya tekanan hidrostatik kapiler paru secara akut sekunder akibat menurunnya fungsi jantung atau meningkatnya volume intravaskular. Manisfestasi edema paru dapat berupa batuk atau sesak yang progresif. Edema paru pada gagal jantung yang berat dapat bermanifestasi sebagai sesak berat disertai dahak yang disertai darah. Jika tidak diterapi secara cepat, edema pulmoner akut dapat mematikan.5

RESPIRASI CHEYNE STOKES
Dikenal pula sebagai respirasi periodik atau siklik, adalah temuan umum pada gagal jantung yang berat, dan umumnya dihubungkan dengan kardiak output yang rendah. Respirasi cheyne-stokes disebabkan oleh berkurangnya sensitifitas pusat respirasi terhadap kadar PCO2 arteri. Terdapat fase apnea, dimana PO2 arteri jatuh dan PCO2 arteri meningkat. Perubahan pada gas darah arteri ini menstimulasi pusat nafas yang terdepresi dan mengakibatkan hiperventiasi dan hipokapni, yang diikuti kembali dengan munculnya apnea. Respirasi cheyne-stokes dapat dicermati oleh pasien atau keluarga pasien sebagai sesak nafas berat atau periode henti nafas sesaat.5

GEJALA LAINNYA
Pasien dengan gagal jantung juga dapat muncul dengan gejala gastrointestinal. Anorexia, nausea, dan rasa cepat kenyang yang dihubungkan dengan nyeri abdominal dan kembung adalah gejala yang sering ditemukan, dan bisa jadi berhubungan dengan edema dari dinding usus dan/atau kongesti hati. Kongesti dari hati dan pelebaran kapsula hati dapat mengakibatkan nyeri pada kuadran kanan atas. Gejela serebral seperti kebingungan, disorientasi, gangguan tidur dan emosi dapat diamati pada pasien dengan gagal jantung berat, terutama pada pasien lanjut usia dengan arteriosklerosis serebral dan berkurangnya perfusi serebral. Nocturia juga umum ditemukan dan dapat memperberat keluhan insomnia.5
Manisfestasi tanda dan gejala klinis gagal jantung yang diutarakan diatas sangatlah bervariasi. Sedikit yang spesifik untuk gagal jantung, sensitivitasnya rendah dan semakin berkurang dengan pengobatan jantung.1 Pada tabel 1.2. dibawah ini menunjukkan sensitivitas dan spesifitas berbagai tanda dan gejala tersebut. Walau orthopnea dan paroxysmal nocturnal dyspeu relatif spesifik untuk gagal jantung, gejala tersebut tidak sensitif untuk diagnosis gagal jantung. Banyak orang dengan gagal jantung tidak memiliki gejala ini pada anamnesa. Tidak jauh berbeda, tekanan vena jugular yang meningkat sangat spesifik, tapi tidak sensitif dan membutuhkan keahlian klinis untuk deteksi tepat.

Tabel  1.2  Sensitivitas dan Spesifitas Tanda dan Gejala Gagal Jantung pada pasien yang dianggap memiliki gagal jantung (Ejeksi Fraksi < 40%) pada 1306 pasien Penyakit Jantung Koroner yang menjalani Angiography Koroner.
Tanda dan Gejala Gagal Jantung
Sensitivitas (%)
Spesifitas (%)
(+) Predictive Value (%)
Anamnesa



·      Mudah sesak
66
52
23
·      Orthopnea
21
81
2
·      Nocturnal dyspnea
33
76
26
·      Riwayat bengkak
23
80
22
Pemeriksaan Fisik



·      Takikardi
7
99
6
·      Ronkhi
13
99
6
·      Edema
10
93
3
·      Ventricular gallop (S3)
31
95
61
·      Distensi Vena Jugularis
10
97
2
Thorax Foto (Chest X-Ray)



·      Cardiomegaly
62
67
32
Anamnesa
66
52
23
·      Mudah sesak
21
81
2
·      Orthopnea
33
76
26
·      Nocturnal dyspnea
23
80
22
Dikutip dari: Harlan WR dkk.13

Kriteria Framingham adalah kriteria epidemiologi yang telah digunakan secara luas. Diagnosis gagal jantung mensyaratkan minimal dua kriteria mayor atau satu kriteria mayor disertai dua kriteria minor. Kriteria minor dapat diterima jika kriteria minor tersebut tidak berhubungan dengan kondisi medis yang lain seperti hipertensi pulmonal, PPOK, sirosis hati, atau sindroma nefrotik. 1 Kriteria mayor dan minor dari Framingham untuk gagal jantung dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kriteria Framingham untuk Gagal Jantung
Kriteria Mayor:
Dispnea nokturnal paroksismal atau ortopnea
Distensi vena leher
Rales paru
Kardiomegali pada hasil rontgen
Edema paru akut
S3 gallop
Peningkatan tekanan vena pusat > 16 cmH2O pada atrium kanan
Hepatojugular reflux
Penurunan berat badan ≥ 4,5 kg dalam kurun waktu 5 hari sebagai respon pengobatan gagal jantung
Kriteria Minor:
Edema pergelangan kaki bilateral
Batuk pada malam hari
Dyspnea on ordinary exertion
Hepatomegali
Efusi pleura
Takikardi ≥ 120x/menit
Dikutip dari: Mann DL4

 

PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik yang cermat harus selalu dilakukan dalam mengevaluasi pasien dengan gagal jantung. Tujuan pemeriksaan adalah untuk membantu menentukan apa penyebab gagal jantung dan juga untuk mengevaluasi beratnya sindroma gagal jantung. Memperoleh informasi tambahan mengenai profil hemodinamik, sebagai respon terhadap terapi dan menentukan prognosis adalah tujuan tambahan saat pemeriksaan fisik.4

Pada gagal jantung ringan atau sedang, pasien bisa tampak tidak memiliki keluhan, kecuali merasa tidak nyaman saat berbaring datar selama lebih dari beberapa menit. Pada pasien dengan gagal jantung yang lebih berat, pasien bisa memiliki upaya nafas yang berat dan bisa kesulitan untuk menyelesaikan kata-kata akibat sesak. Tekanan darah sistolik bisa normal atau tinggi, tapi pada umumnya berkurang pada gagal jantung lanjut karena fungsi LV yang sangat menurun. Tekanan nadi bisa berkurang, dikarenakan berkurangnya stroke volume, dan tekanan diastolik arteri bisa meningkat sebagai akibat vasokontriksi sistemik. Sinus tachycardia adalah gejala non spesifik yang diakibatkan oleh aktivitas simpatis yang meningkat. Vasokontriksi perifer mengakibatkan ekstrimitas perifer menjadi lebih dingin dan sianosis dari bibir dan ujung jari juga diakibatkan oleh aktivitas simpatis yang berlebihan.5

PEMERIKSAAN VENA JUGULARIS DAN LEHER
Pemeriksaan vena jugularis memberikan perkiraan tekanan pada atrium kanan, dan secara tidak langsung tekanan pada atrium kiri. Pemeriksaan tekanan vena jugularis dinilai terbaik saat pasien tidur dengan kepala diangkat dengan sudut 45o. Tekanan vena jugularis dihitung dengan satuan sentimeter H2O (normalnya kurang dari 8 cm), dengan memperkirakan tinggi kolom darah vena jugularis diatas angulus sternalis dalam centimeter dan menambahkan 5 cm (pada postur apapun). Pada tahap awal gagal jantung, tekanan vena jugularis bisa normal saat istirahat, tapi dapat secara abnormal meningkat saat diberikan tekanan yang cukup lama pada abdomen (refluk hepatojugular positif). Giant V wave menandakan keberadaan regurgitasi katup trikuspid.4

PEMERIKSAAN PARU
Pulmonary Crackles (ronkhi atau krepitasi) dihasilkan oleh transudasi cairan dari rongga intravaskular kedalam alveoli. Pada pasien dengan edema paru, ronki dapat didengar pada kedua lapang paru dan dapat disertai dengan wheezing ekspiratoar (asma kardiale). Jika ditemukan pada pasien tanpa penyakit paru, ronkhi spesifik untuk gagal jantung. Walau demikian harus ditekankan bahwa ronkhi seringkali tidak ditemukan pada pasien dengan gagal jantung kronik, bahkan ketika pulmonary capilary wedge pressure kurang dari 20 mmHg, hal ini karena pasien sudah beradaptasi dan drainase sistem limfatik cairan rongga alveolar sudah meningkat. Efusi pleura timbul sebagai akibat meningkatnya tekanan sistem kapiler pleura, hasilnya adalah transudasi cairan kedalam rongga pleura. Karena vena pada pleura bermuara pada vena sistemik dan pulmoner, effusi pleura paling sering terjadi pada kegagalan kedua ventrikel (biventricular failure). Walau effusi pleura biasanya ditemukan bilateral, angka kejadian pada rongga pleura kanan lebih sering daripada yang kiri.4

PEMERIKSAAN JANTUNG
Pemeriksaan jantung, walau penting, seringkali tidak dapat memberikan informasi yang berguna mengenai beratnya gagal jantung. Jika terdapat kardiomegali, titik impulse maksimal (ictus cordis) biasanya tergeser kebawah intercostal space (ICS) ke V, dan kesamping (lateral) linea midclavicularis. Hipertrofi ventrikel kiri yang berat mengakibatkan pulsasi prekodial (ictus) teraba lebih lama (kuat angkat). Pemeriksaan pulsasi prekordial ini tidak cukup untuk mengevaluasi beratnya disfungsi ventrikel kiri. Pada beberapa pasien, bunyi jantung ketiga dapat didengar dan teraba pada apex.1
Pada pasien dengan ventrikel kanan yang membesar dan mengalami hipertrofi dapat memiliki impulse yang kuat dan lebih lama sepanjang sistole pada parasternal kiri (right ventricular heave).Bunyi jantung ketiga (gallop) umum ditemukan pada pasien dengan volume overload yang mengalami tachycardia dan tachypnea, dan seringkali menunjukkan kompensasi hemodinamik yang berat. Bunyi jantung keempat bukan indikator spesifik gagal jantung, tapi biasanya ada pada pasien dengan disfungsi diastolik. Murmur regurgitasi mitral dan trikuspid umumnya ditemukan pada pasien dengan gagal jantung yang lanjut.4

Hepatomegali adalah tanda yang penting tapi tidak umum pada pasien dengan gagal jantung. Jika memang ada, hati yang membesar seringkali teraba lunak dan dapat berpulsasi saat sistol jika terdapat regurgitasi katup trikuspid. Ascites dapat timbul sebagai akibat transudasi karena tingginya tekanan pada vena hepatik dan sistem vena yang berfungsi dalam drainase peritenium.4
Jaundice dapat juga ditemukan dan merupakan tanda gagal jantung stadium lanjut, biasanya kadar bilirubin direk dan indirek meningkat. Ikterik pada gagal jantung diakibatkan terganggunya fungsi hepar sekunder akibat kongesti (bendungan) hepar dan hipoksia hepatoselular.4
Edema perifer adalah manisfestasi kardinal gagal jantung, hal ini walau demikian tidaklah spesifik dan biasanya tidak terdapat pada pasien yang telah mendapat diuretik. Edema perifer pada pasien gagal jantung biasanya simetris, beratnya tergantung pada gagal jantung yang terjadi,  dan paling sering terjadi sekitar pergelangan kaki dan daerah pretibial pada pasien yang masih beraktivitas. Pada pasien tirah baring, edema dapat ditemukan pada sakrum dan skrotum. Edema yang berlangsung lama dihubungkan dengan kulit yang mengeras dan pigmentasi yang bertambah.4

KAKEKSIA KARDIAK
Pada gagal jantung kronis yang berat, dapat ditemukan riwayat penurunan berat badan dan kaheksia. Walau mekanisme kakeksia tidak sepenuhnya dimengerti, kemungkinan besar faktor penyebabnya adalah multifaktorial, termasuk didalamnya adalah meningkatnya basal metabolik rate, anorexia, nausea, dan muntah-muntah yang diakibatkan oleh hematomegali hepatomegali dan rasa penuh di abdomen, meningkatnya konsentrasi sitokin pro-inflamasi yang bersirkulasi, dan terganggunya absorpsi pada saluran cerna akibat kongesti vena intestinal. Jika terdapat kakeksia maka prognosis gagal jantung akan semakin memburuk.4









Seperti yang dapat dilihat pada tabel  sensitifitas dan spesifitas pemeriksaan klinis baik pada anamnesa dan pemeriksaan fisik dalam mendiagnosa gagal jantung relatif rendah. Karenanya pemeriksaan penunjang memiliki peranan penting dalam mendiagnosa gagal jantung. Tujuan dilakukannya pemeriksaan penunjang antara lain : (1) menentukan apakah terdapat kelainan jantung baik struktural atau fungsional yang dapat menjelaskan gejala pasien, (2) mengidentifikasi kelainan yang dapat diatasi oleh intervensi spesifik, dan (3) menentukan berat dan prognosis gagal jantung.4

PEMERIKSAANLABORATORIUM


Pemeriksaan laboratorium yang umum dilakukan pada gagal jantung antara lain adalah : darah rutin, urine rutin, elektrolit (Na & K), ureum & kreatinine, SGOT/PT, dan BNP. Pemeriksaan ini mutlak harus dilakukan pada pasien dengan gagal jantung karena beberapa alasan berikut : (1) untuk mendeteksi anemia, (2) untuk mendeteksi gangguan elektrolit (hipokalemia dan/atau hiponatremia), (3) untuk menilai fungsi ginjal dan hati, dan (4) untuk mengukur brain natriuretic peptide (beratnya gangguan hemodinamik).4
Kandungan elektrolit biasanya normal pada gagal jantung ringan-sedang, namun dapat menjadi abnormal pada gagal jantung berat ketika dosis obat ditingkatkan. Kadar serum kalsium biasanya normal, tapi penggunaan diuretik kaliuretik seperti thiazid atau loop diuretik dapat mengakibatkan hipokalemia. Derajat hiponatremia juga merupakan penanda beratnya gagal jantung, hal ini dikarenakan kadar natrium secara tidak langsung mencerminkan besarnya aktivasi sistem renin angiotensin yang terjadi pada gagal jantung. Selain itu, rektriksi garam bersamaan dengan terapi diuretik yang intensif dapat mengakibatkan hiponatremia. Gangguan elektrolit lainnya termasuk hipofasfatemia, hipomagnesemia, dan hiperurisemia.4
Anemia dapat memperburuk gagal jantung karena akan menyebabkan meningkatnya kardiak output sebagai kompensasi memenuhi metabolisme jaringan, hal ini akan meningkatkan volume overload miokard. Penelitian juga telah menunjukkan bahwa anemia (kadar Hb <12 gr/dl) dialami pada 25% penderita gagal jantung.  
Pemeriksaan Biomarker BNP sangat disarankan untuk diperiksa pada semua pasien yang dicurigai gagal jantung untuk menilai beratnya gangguan hemodinamik dan untuk menentukan prognosis. Biomarker Atrial Natriuretic Peptide (ANP) dan BNP disekresikan sebagai respon terhadap meningkatnya tekanan pada dinding jantung dan/atau neurohormon yang bersirkulasi. Karena ANP memiliki waktu paruh yang pendek, hanya NT-ANP yang secara klinis berguna. Untuk BNP, N-Terminal Pro-BNP dan BNP memiliki nilai klinis yang bermakna. Kadar ANP dan BNP meningkat pada pasien dengan disfungsi sistolik, sementara disfungsi diastolik peningkatan kadarnya lebih rendah. Pada disfungsi sistolik, kadar BNP ditunjukan berbanding lurus dengan wall stress, ejeksi fraksi, dan klasifikasi fungsional. Pemeriksaan BNP berbanding lurus dengan beratnya gagal jantung berdasarkan kelas fungsionalnya.1
 gagal jantung

Gambar 4. Kadar BNP berbanding lurus dengan beratnya gagal jantung menurut kelas fungsionalnya. Dikutip dari: Maisel AS dkk.1

Fungsi ginjal memiliki peran penting pada progresi disfungsi ventrikel dan gagal jantung. Penurunan pada fungsi renal, terutama pada glomerular filtration rate (GFR), menurut NYHA adalah prediktor mortalitas yang lebih kuat dibandingkan klasifikasi kelas fungsional.4
Fungsi hepar sering ditemukan abnormal pada gagal jantung sebagai akibat hepatomegali yang menyertai. Aspartate aminotransferase (AST/SGOT) dan alanine aminotransferase (ALT/SGPT) dapat meningkat, protrombin time (PT) dapat memanjang, dan pada sebagian kecil kasus dapat terjadi hiperbilirubinemia.4
Urinalisis harus dilakukan pada semua pasien dengan gagal jantung untuk mencari infeksi bakteri, mikroalbunuria dan mikrohematuri. Konsentrasi dan volume urine harus mendapat perhatian seksama terutama pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal dan yang mendapat diuretik.4

PEMERIKSAAN FOTO TORAKS

Pemeriksaan Chest X-Ray (CXR) sudah lama digunakan dibidang kardiologi, selain menilai ukuran dan bentuk jantung, struktur dan perfusi dari paru dapat dievaluasi. Kardiomegali dapat dinilai melalui CXR, cardiothoracic ratio (CTR) yang lebih dari 50%, atau ketika ukuran jantung lebih besar dari setengah ukuran diameter dada, telah menjadi parameter penting pada follow-up pasien dengan gagal jantung. Bentuk dari jantung menurut CXR dapat dibagi menjadi ventrikel yang mengalami pressure-overload atau volume-overload, dilatasi dari atrium kiri dan dilatasi dari aorta asenden. 4
Pasien dengan gagal jantung akut dapat ditemukan memiliki gambaran hipertensi pulmonal dan/atau edema paru intersitial, sementara pasien dengan gagal jantung kronik tidak memilikinya. Kongesti paru pada CXR ditandai dengan adanya Kerley-lines, yaitu gambaran opak linear seperti garis pada lobus bawah paru, yang timbul akibat meningkatnya kepadatan pada daerah interlobular intersitial akibat adanya edema. Edema intersitial dan perivaskular terjadi pada dasar paru karena tekanan hidrostatik di daerah tersebut lebih tinggi. Temuan tersebut umumnya tidak ditemukan pada pasien gagal jantung kronis, hal ini dikarenakan pada gagal jantung kronis telah terjadi adaptasi sehingga meningkatkan kemampuan sistem limfatik untuk membuang kelebihan cairan interstitial dan/atau paru. Hal ini konsisten dengan temuan tidak adanya ronkhi pada kebanyakan pasien gagal jantung kronis, walau tekanan arteri pulmonal sudah meningkat. Keberadaan dan beratnya effusi pleura juga merupakan informasi penting dalam evaluasi pasien dengan gagal jantung, dan terbaik dinilai melalui CXR dan CT-scan.3  Temuan pada foto toraks dengan penyebab dan implikasi klinisnya dapat di lihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Temuan pada Foto Toraks , Penyebab dan Implikasi Klinis
Kelainan
Penyebab
Implikasi Klinis
Kardiomegali
Dilatasi ventrikel kiri, ventrikel kanan, atria, efusi perikard
Ekhokardiografi, doppler
Hipertropi ventrikel
Hipertensi, stenosis aorta, kardiomiopati hipertropi
Ekhokardiografi, doppler
Kongesti vena paru
Peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri
Gagal jantung kiri
Edema interstisial
Peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri
Gagal jantung kiri
Efusi pleura
Gagal jantung dengan peningkatan pengisian tekanan jika ditemukan bilateral, infeksi paru, keganasan
Pikirkan diagnosis non kardiak
Garis Kerley B
Peningkatan tekanan limfatik
Mitral stenosis atau gagal jantung kronis

 

ELEKTROKARDIOGRAM

Pemeriksaan elektrokardiogram (ECG) harus dilakukan untuk setiap pasien yang dicurigai gagal jantung.1 Dampak diagnostik elektrokardiogram (ECG) untuk gagal jantung cukup rendah, namun dampaknya terhadap terapi cukup tinggi.1 Temuan EKG yang normal hampir selalu menyingkirkan diagnosis gagal jantung.1 Gagal jantung dengan perubahan EKG umum ditemukan. Temuan seperti gelombang Q patologis, hipertrofi ventrikel kiri dengan strain, right bundle branch block (RBBB), left bundle branch block (LBBB), AV blok, atau perubahan pada gelombang T dapat ditemukan. Gangguan irama jantung seperti takiaritmia supraventrikuler (SVT) dan fibrilasi atrial (AF) juga umum. Ekstrasistole ventrikular (VES) dapat sering terjadi dan tidak selalu menggambarkan prognosis yang buruk, sementara takikardi ventrikular sustained dan nonsustained dapat dianggap sebagai sesuatu yang membahayakan. Jenis aritmia seperti ini biasanya tidak terdeteksi pada resting ECG tapi dapat terdeteksi pada monitoring holter 24- atau 48- jam.4

PEMERIKSAAN UJI LATIH BEBAN JANTUNG


Pemeriksaan uji latih beban jantung (ULBJ) ini memiliki keterbatasan dalam diagnosis gagal jantung, walau demikian hasil yang normal pada pasien yang tidak mendapat terapi hampir selalu menyingkirkan diagnosis gagal jantung. Nilai pemeriksaan ini adalah dalam penilaian kapasitas fungsional dan stratifikasi prognosis. Kapasitas fungsional ditentukan melalui aktivitas yang secara progresif ditingkatkan hingga pasien tidak dapat meneruskan. Pada saat aktivitas maksimal, uptake maksimal oksigen (Vo2 MAX) dapat dihitung. Parameter ini mencerminkan kemampuan aerobik pasien dan berkorelasi dengan mortalitas kardiovaskular pada pasien dengan gagal jantung.1, Pemeriksaan ini juga memungkinkan untuk menentukan ambang batas metabolisme anaerob, yaitu titik dimana metabolisme pasien beralih dari aerob ke anaerob, yang menghasilkan laktat berlebih. Secara praktis prinsip perhitungannya ULJB dihentikan ketika : (1) Vo2 tidak meningkat lagi saat intensitas latihan ditingkatkan, (2) pasien menghentikan latihan karena timbulnya gejala berat seperti sesak atau letih. Hasil dari ULBJ memiliki arti prognostik yang penting. Puncak Vo2 <10 ml/kg/menit dikategorikan sebagai pasien berisiko tinggi, >18 ml/kg/menit adalah pasien berisiko ringan. Nilai diantaranya adalah zona abu-abu dengan risiko sedang. Data prognostik untuk puncak Vo2 pada wanita masih terbatas. Nilai Vo2 max digunakan sebagai batasan untuk menentukan kapan pasien dengan gagal jantung yang progresif harus dipertimbangkan untuk menjalani transplantasi jantung. Walau demikian harus tetap diingat bahwa puncak Vo2 max dapat dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, massa otot, dan status pelatihan aerobik. Hal ini menjelaskan mengapa pada beberapa pasien dengan Vo2 max yang rendah (<14 ml/kg/menit) masih tetap memiliki prognosis yang cukup baik.  Karena hal tersebut beberapa peneliti telah mengusulkan angka prediksi persentase Vo2 dibandingkan nilai absolut Vo2 max.1
Karena pasien dengan gagal jantung umumnya memiliki kemampuan latihan yang terbatas dan ULBJ tidak ditoleransi baik oleh banyak pasien, latihan submaksimal atau symptom-driven exercise test yang dikenal dengan 6-minutes walking test menjadi popular digunakan untuk evaluasi rutin. Pada test ini diukur jarak yang dapat ditempuh dalam 6 menit pada koridor yang datar dimana pasien dapat berjalan sesuai kemampuannya, berjalan lebih pelan, lebih cepat, atau berhenti. Test ini memperkirakan puncak Vo2 max dan merupakan faktor independen yang berhubungan erat dengan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular. Karena kemudahan-nya, test ini semakin sering digunakan pada uji klinis multisenter untuk menilai efektivitas suatu terapi.

ECHOCARDIOGRAPHY

Pemeriksaan echo saat ini telah menjadi metode diagnostik umum digunakan untuk menilai anatomi dan fungsi jantung, myokardium dan perikadium, dan mengevaluasi gerakan regional dinding jantung saat istirahat dan saat diberikan stress farmakologis pada gagal jantung. Pemeriksaan ini non-invasif, dapat dilakukan secara cepat di tempat rawat, dapat dengan mudah diulang secara serial, dan memungkinkan penilaian fungsi global dan regional ventrikel kiri. Pada penilaian gagal jantung echocardiography adalah metode diagnostik yang dapat dipercaya, dapat diulang, dan aman dengan banyak fitur seperti doppler echo, doppler tissue imaging, strain rate imaging, dan cardiac motion analysis.4
Fitur yang paling penting pada evaluasi gagal jantung adalah penilaian Left-ventricular ejection fraction (LVEF), beratnya remodelling ventrikel kiri, dan perubahan pada fungsi diastolik.3 Echo dua dimensi sangat berharga dalam menilai fungsi sistolik dan diastolik pada pasien dengan gagal jantung. Tabel 4 mendeskripsikan temuan ekokardiografi yang sering ditemukan pada gagal jantung.

Tabel 4. Temuan Echocardiography pada Gagal Jantung
TEMUAN UMUM
DISFUNGSI SISTOLIK
DISFUNGSI DIASTOLIK
·  Ukuran dan bentuk ventrikel
·  Ejeksi fraksi ventikel kiri (LVEF)
·  Gerakan regional dinding jantung, synchronisitas kontraksi ventrikular
·  Remodelling LV (konsentrik vs eksentrik)
·  Hipertrofi ventrikel kiri atau kanan (Disfunfsi Diastolik : hipertensi, COPD, kelainan katup)
·  Morfolofi dan beratnya kelainan katup
·  Mitral inflow dan aortic outflow; gradien tekanan ventrikel kanan
·  Status cardiac output (rendah/tinggi)
· Ejeksi fraksi ventrikel kiri berkurang <45%
· Ventrikel kiri membesar
· Dinding ventrikel kiri tipis
· Remodelling eksentrik ventrikel kiri
· Regurgitasi ringan-sedang katup mitral*
· Hipertensi pulmonal*
· Pengisian mitral berkurang*
· Tanda-tanda meningkatnya tekanan pengisian ventrikel*
·     Ejeksi fraksi ventrikel kiri normal > 45-50%
·     Ukuran ventrikel kiri normal
·     Dinding ventrikel kiri tebal, atrium kiri berdilatasi
·     Remodelling eksentrik ventrikel kiri.
·     Tidak ada mitral regurgitasi, jika ada minimal.
·     Hipertensi pulmonal*
·     Pola pengisian mitral abnormal.*
·     Terdapat tanda-tanda tekanan pengisian meningkat.

Keterangan : * Temuan pada echo-doppler.
Dikutip dari:  Mann DL4






 DAFTAR PUSTAKA


Maisel AS, Krishnaswamy P, Nowak RM, et al: Rapid measurement of B-type natriuretic peptide in the emergency diagnosis of heart failure. N Engl J Med 2002; 347:161-167

             Mann DL. Heart Failure and Cor Pulmonale. In: Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, editor. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 17th ed. New York: Mc graw hill; 2008. p. 1443.
             Shah RV. Fifer MA. Heart Failure. In:  Lilly LS, editor. Pathophysiology of Heart Disease A Collaborative Project of Medical Students and Faculty. 4th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2007; p. 225-251.


No comments:

Post a Comment

Post Bottom Ad

Responsive Ads Here

Pages