KASUS
1
Seorang
laki – laki usia 23 tahun datang ke IGD Rumah Sakit dengan penurunan kesadaran.
Pasien terlibat dalam kecelakaan lalu lintas 2 jam sebelum masuk Rumah Sakit.
Pada pemeriksaan fisik GCS 10, Tekanan Darah 80 / 50 mmHg, Denyut Nadi radialis
tidak teraba, Denyut Nadi Brachialis 120 x/ menit, tampak tonjolan tulang dan
perdarahan aktif pada regio femur dextra, akral teraba dingin.
STEP
1
1). GCS
adalah skor untuk penilaian kesadaran
2). Denyut
nadi radialis adalah pulsasi dari arteri radialis yang memperdarahi regio
radilis
3). Denyut
nadi brachialis adalah pulsasi dari a.brachialis yang memperdarahi regio
brachialis
4). Regio
Femur dextra : antara pelvis dan regio cruris dextra (kanan)
5). Akral
: bagian
distal dari ekstremitas
Keyword kasus
1). Penurunan
kesadaran GCS 10
2). Tekanan
Darah : 80 / 50 mmHg
3). Denyut
Nadi Radialis tidak teraba
4). Denyut
Nadi Brachialis 120 x/ menit
5). Perdarahan
aktif pada regio femur dextra
6). Akral
teraba dingin
STEP 2
1). Tanda
– tanda penurunan kesadaran?
2). Klasifikasi
penurunan kesadaran ?
3). Kenapa
terjadi penurunan tekanan darah di denyut nadi brachialis meningkat sedangkan nadi radialis tidak
teraba?
4). Penanganan
awal penurunan kesadaran?
5). Jenis
– jenis syok?
6). Derajat
syok!
7). Penyebab
syok (patofisiologi)
8). Penanganan
fraktur dan perdarahan
STEP 3
1). - GCS <15
-
Disorientasi
-
Takikardi
-
Hipotensi
-
Bradikardi akral dingin
-
Respirasi
-
Penurunan urin (oliguri)
-
Pucat (sianosis)
2). Kualitatif : Delirium, Apatis, Agitasi, comfuse
Kuantitatif : composmentis, somnolen, sopor, coma
GCS :
Eye, Verbal, motorik
3). Pendarahan ® penurunan volume darah ® penurunan venos retum/preload ® kompensasi jantung (takikardi ® mensuplai darah kebagian penting
(kebagian central) ®
perfusi darah keperifer berkurang ®
nadi bracialis tidak teraba ®
dingin.
4). Primary
Resusitasi Jelaskan SB
Secondary
5). – hipovolemik : penurunan volume darah/pendarahan (syok preload)
- kardiogenik :
ganguan di jantung (gagal memompa darah keseluruh tubuh)Gagal jantung
- distributif
- obstruktif
6). Lengkapi arti dinama
penyakit
Derajat
syok
|
Kelas
I
|
Kelas
II
|
Kelas
III
|
Kelas
IV
|
-
Darah hilang/cc
|
< 750
|
750
– 1500
|
1500
– 2000
|
>2000
|
-
Darah hilang %
|
< 15 %
|
15
– 30 %
|
30
– 40 %
|
>40%
|
-
Nadi
|
< 100
|
>100
|
>120
|
>140
|
-
Tekanan darah
|
N
|
N
|
¯
|
¯
|
-
Tekanan nadi
|
N
|
¯
|
¯
|
¯
|
-
Tes kapiler
|
N
|
+
|
+
|
+
|
-
Respirasi
|
14 – 20
|
20
– 30
|
30
– 40
|
>35
|
Urin
|
30 cc/ menit
|
20
– 30
|
5
– 15
|
Tidak
ada
|
SSP
|
Sedikit cemas
|
Cemas
|
Sanagat
cemas
|
Konfus
+ letargi
|
Cairan
|
kristaloid
|
Kristaloid
|
Kristaloid
darah
|
Kristaloid
+ darah
|
7).
Pendarahan
¯
Volume
darah (Hipotensi)
¯
Preload
/ after load
¯
Kompensasi
jantung (takikardi)
¯
Suplai
darah ke bagian penting dulu (otak & central)
¯
Hipoperfusi jaringan
¯
-O2 ¯
®
Takipne
|
---Akral dingin
|
------Pucat sianosis
|
-----Gijal
aktifkan angiotensin
¯
oliguria
|
-----Kematian
sel & jaringan (terutama otak)
¯
meninggal
|
8).
SB
STEP
4
STEP 5
1.
Jenis - jenis syok (arti &
nama penyakit)?
2. Penanganan
awal penurunan
kesadaran ?
3. Penanganan
fraktur & perdarahan?
STEP 6
STEP 7
1 Jenis - jenis syok
a).
Syok hipovolemik
kondisi medis atau
bedah dimana terjadi kehilangan cairan dengan cepat yang berakhir pada
kegagalan beberapa organ, disebabkan oleh volume sirkulasi yang tidak adekuat
dan berakibat pada perfusi yang tidak adekuat.
Etiologi
Perdarahan
|
Kehilangan plasma
|
Kehilangan cairan ekstrasel
|
-
Hematom subkapsula
hati
|
-
Luka bakar luas
|
-
Muntah cromitus
|
-
Aneurisma aorta pecah
|
-
Pankreatitis
|
-
Dehidrasi
|
-
Perdarahan
gastrointestinal
|
-
Deskuamasi kulit
-
Sindrom Dumping
|
-
Diare
-
Terapi diuretik yang
sangat agresif
-
Diabetes insipidus
-
Insufisiensi adrenal
|
b). Syok kardiogenik
Syok kardiogenik adalah gangguan
yang disebabkan oleh penurunan curah jantung sistemik pada keadaan volume
intravaskular yang cukup, di dapat mengakibatkan hipoksia jaringan. Syok dapat terjadi
karena disfusi ventrikel kiri yang berat, tetapi dapat pula terjadi pada
keadaan dimana fungsi ventrikel kiri cukup baik. Dengan menurunnya tekanan darah sistolik akan
meningkatkan kadar katekolamin
yang
mengakibatkan konstriksi arteri vena sistemik.
Etiologi
·
Miopati
·
Gangguan sirkulasi
koroner
·
Aritmia
·
Infark miokardium
·
Gagal jantung kongesti
·
Hipertensi yang tidak
terkendali dalamwaktu yang cukup lama
·
Jantung iskemik
c).
Syok distributif
Syok
distributif disebabkan oleh maldistribusi aliran darah karena adanya
vasodilatasi perifer sehingga volume darah yang bersirkulasi secara efektif
tidak memadai untuk perfusi jaringan. Vasodilatasi periper menimbulkan
hipovolemia relatif . contoh klasik dari syok distributif adalah syok septik.
Belum diketahui etiologinya.
Etiologi
-
Pacuan panas (heat
stroke)
-
Anafilaksis ® reaksi
alergi
-
Syok neurogenik Þ hilangnya tonus pembuluh darah secara
mendadak diseluruh tubuh akibat kegagalan
-
Systemic inflamantory
resoane syndrom (SIRS)
-
Trauma yang hebat
-
Kegagalan jantung,
perdarahan, terbakar, infeksi berat, obstruksi intestinal
-
Anemia
-
Dehidrasi
d).
Syok obstruktif
diakibatkan oleh gangguan pengisian pada
ventrikel kanan maupun kiri yang dalam keadaan berat bisa menyebabkan penurunan
kardiak output. Hal ini bisa terjadi pada obstruksi vena cava, emboli pulmonal,
pneumotorak, gangguan pericardium
(tamponade
jantung) berupa
atrial myxoma.
2 PENANGANAN
AWAL PENURUNAN KESADARAN
A.
Primary
Survey (Primary Survey) and
Resusitasi
pada tahap ini harus dicari keadaan yang
mengancam nyawa, tetapi sebelum
memegang
penderita trauma selalu harus proteksi diri terlebih dahulu untuk menghindari
tertular penyakit seperti Hepatitis dan AIDS.
Alat
proteksi diri sebaiknya :
-
Sarung tangan
-
Kaca mata, terutama
apabila penderita menyemburkan darah
-
Apron, melindungi
pakaiansendiri
-
Sepatu
“Langkah pertama :
memakai alat proteksi diri”
Lakukan
primari survey atau mencari keadaan yang mengancam nyawa adalah :
a. Airway dengan
kontrol servikal (gangguan airway
adalah pembunuh tercepat)
b. Breating
dan ventilasi
c. Circulation dengan kontrol perdarahan
d. Disability
: status neurologis dan nilai GCS
e. Exposure/environmental
: buka baju penderita tetapi cegah hipotermia
-
menjaga
Airway dengan kontrol servikal
yang
pertama harus dinilai adalah kelancaran jalan nafas, namun
harus di
ingat
bahwa kebanyakan usaha untuk memperbaiki jalan nafas akan menyebabkan gerakan
pada leher. Karena itu apabila ada kemungkinan fraktur servikal harus
dilaakukan kontrol servikal.
Kemungkinan patahnya tulang servikal
diduga bila ada :
-
Trauma kapitis, terauma
apabila ada penurunan kesadaran
-
Adanya luka karena
trauma tumpul kranial dari clavikula
-
Setiap multi trauma (trauma pada 2
regio tubuh atau lebih)
-
Juga harus waspada kemungkinan
patah servikal bila bio mekanik
trauma mendukung (misalnya ditabrak dari belakang).
Karena
itu langkah selanjutnya adalah :
Langkah kedua :
proteksi sevikal
-
pertahankan posisi
kepala
-
pasang kolar servikal
dan
-
pasang di atas long
spine board
lalu perhatian ditujukan kepada airway.
Ajaklah penderita berbicara, apabila penderita dapat berbicara , apabila
penderita dapat berbicara dengan jelas dan dengan kalimat panjang, maka untuk
sementara dapat dianggap bahwa airway dan brething dalam keadaan baik. Juga
kemungkinan penderita tidak syok, dan tidak ada kelainan neurologis, namun
asumsi ini selalu lakukan dengan berhati - hati.
Langkah
berikut : lakukan penilaian Airway
-
bila dapat berbicara
jelas ®
airway baik
-
bila ada gangguan
airway ®
perbaiki
sumbatan
pada jalan nafas akan menyebabkan sesak yang harus dibedakan dengan sesak
karena gangguan breating. Pada obstruksi jalan nafas biasanya akan ditemukan
pernafasan yang berbunyi seperti, bunyi gurgling (bunyi kumur - kumur karena adanya cairan), bunyi mengorok
(snoring, karena pangkal lidah yang jatuh ke dorsal) ataupun stridor karena
adanya penyempitan /oedem larings.
Lakukan
penanganan sebagai berikut :
-
bila ada cairan,
dilakukan suction
-
bila mengorok dilakukan
penjagaan jalan nafas secara manual dengan chin lift atau jaw thrust disusul pemasangan
pemasangan pipa
orofaringeal atau nasofaringeal.
Pemasangan
pipa orofaringeal (‘Guedel/Mayo’) jangan dilakukan apabila penderita masih
sadar ataupun berusaha mengeluarkan pipa tersebut (masih ada gag reflek). Dalam
keadaan ini lebih baik dipasang pipa nasofaringeal. Harus di ingat bahwa pemasangan
pipa melalui hidung merupakan kontraindikasi apabila penderita ada kecurigaan
fraktur basis kranii bagian depan, karena pipa dapat masuk ke rongga kranium.
Apabila
penderita apnu, ada ancaman obstruksi ataupun ada ancaman aspirasi lebih baik
memasang jalan nafas definitif (pipa dalam trakea). Jalan nafas definitif ini
dapat melalui hidung (nasotrakeal) melalui mulut (orotrakeal) ataupun langsung
melalui suatu kriko tiroidotomi.
Menjaga
jalan nafas pada penderita trauma dapat sangat sulit. Sebagai contoh adalah
penderita dengan trauma kapitis dengan mulut yang penuh darah karena fraktur
basis kranii ataupun karena fraktur tulang wajah. Contoh lain adalah penderita kesadaran menurut yang
gelisah dan gigi terkatup . betapapun sulitnya, tetapi merupakan tugas dokter
yang menerima penderita itu untuk dapat menjaga jalan nafas dengan baik dan
dalam waktu yang secepat mungkin.
Selama
memeriksa dan memperbaiki jalan nafas, harus diperhatikan bahwa tidak boleh
dilakukan ekstensi, fleksi, ataupun rotasi dari leher.
Ingat :
gangguan airway adalah pembunuh tercepat.
b. Breating dan
ventilasi
Langkah berikut : Periksa brething dan atasi bila kurang
baik
Jalan
nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Pertukaran gas yang terjadi
pada saat bernafas adalah mutlak untuk pertukaran oksigen dan karbondioksida
dari tubuh.
Tiga
hal yang harus di lakukan dalam breathing :
-
Nilai apakah breathing
baik (look, listen, fell)
-
Ventilasi tambahan
apabila breathing kurang adekuat
-
Selalu berikan Oksigen
Menilai pernafasan
Petugas yang berpengalaman dalam
hitungan detik dapat menilai apakah pernafasan baik atau tidak. Penderita yang
dapat berbicara kalimat panjang, tanpa ada kesan sesak, umumnya breathingnya
baik.
Pernafasan
yang baik adalah pernafasan yang :
-
Frekuensinya normal
(dewasa rata-rata sekitar 20, anak 30, bayi 40)
-
Tidak ada gejala dan
tanda sesak
-
Pada pemeriksaan fisik
baik
Lakukan
pemeriksaan dengan cara :
1 Lihat
dada penderita dengan membuka untuk melihat pernafasan yang baik. Lihat apakah
ada jejas, luka terbuka, dan ekpansi kedua paru
2 Auskultasi
dilakukan untuk memastikan masuknya udara ke dalam kedua paru dengan
mendengarkan bising nafas (jangan lupa sekaligus memeriksa jantung)
3 Perkusi
dilakukan untuk menilai adanya udara (hipersonor) atau darah (dull) dalam
rongga pleura.
Cedera
thorax yang dapat mengakibatkan gangguan ventilasi yang berat dan di temukan
pada saat melakukan survai primer adalah :
-
Tension pneumothorax
-
Flail chest dengan
kontusio paru
-
Pneumotoraks terbuka
-
Hematotoraks masif
Kelainan - kelainan di atas harus
segera ditangani, untukmenghindari kematian.
Ventilasi
tambahan
Apabila pernafasan tidak edekuat harus
dilakukan bantuan pernafasan (assisted
ventilation). Di UGD sebaiknya membantu pernafasan adalah dengan memakai
Bag-valve Mask (‘Ambu Bag’), ataupun memakai ventilator.
Oksigen
Berikan
oksigen, apabila diperlukan konsentrasi oksigen yang tinggi dengan memakai rebreathing atau non-rebreathing mask, atau dengan kanul (berikan 5-6 LPM)
c. Cirkulation dengan
kontrol perdarahan
Langkah berikut :
Periksa sirkulasi dengan memeriksa kulit akral dan nadi. Bila ada tanda syok :
Atasi!
Perdarahan
merupakan sebab utama keatian pasca-bedah yang mungkin dapat diatasi dengan
terapi yang cepat dan dapat di rumah sakit.
Syok
pada penderita trauma harus dianggap disebabkan oleh hipovolemia, sampai
terbukti sebaliknya. Dengan demikian maka diperlukan penilaian yang cepat dari
status hemodinamik penderita.
1. Pengenalan
syok
Ada
dua pemeriksaan yang dalam hitungan detik dapat memberikan informasi mengenai
keadaan hemodinamika, yakni keadaan kulit akral dan nadi.
-
Keadaan kulit akral
Warna
kulit dapat membantu diagnosis hipovolemia. Penderita trauma yang kulitnya
kemerahan, terutama pada wajah dan ekstremitas, jarang yang dalam keadaan
hipovolemia. Sebaliknya, wajah pucat keabu-abuan dan kulit ekstremitas yang
pucat serta dingin, merupakan tanda syok.
-
Nadi
Nadi
yang besar seperti arteri femoralis atau arteri carotis harus diperiksa
bilateral, untuk kekuatan nadi, kecepatan dan iram. Pada syok nadi akan kecil
dan cepat.
Bila
nadi kecil dan cepat, kulit pucat, dan akral dingin ® syok!
Catatan
mengenai tekanan darah :
Pada fase awal jangan
terlalu percaya kepada tekanan darah dalam menentukan syok karena :
-
Tekanan darah
sebelumnya tidak diketahui.
-
Diperlukan kehilangan
volum darah lebih dari 30% untuk dapat terjadi penurunan tekanan darah yang
signifkan.
2. Kontrol
pendarahan
Perdarahan
dapat secara eksternal (terlihat) dan internal (tidak terlihat). Perdarahan internal berasal dari :
-
Rongga toraks
-
Rongga abdomen
-
Fraktur pelvis
-
Fraktur tulang panjang
-
Jarang : perdarahan
retro –peritoneal karena robekan vena kava/aorta atau perdarahan masif dari
ginjal
Syok
hemoragik pada orang dewasa tidak disebabkan perdarahan intra-kranial.
Pendarahan
yang berat harus dikelola pada survai primer.
Perdarahan eksternal :
Perdarahan
eksternal dikendalikan dengan penekanan langsung pada luka.
Jarang
diperlukan penjahitan untuk mengendalikan perdarahan luar. Turniket
(tourniquet) jangan dipakai, karena apabila dipasang secara benar (diatas
tekanan sistolik) justru akan merusak jaringan karena menyebabkan iskemia
distal dari turniket. Pemakaian hemostat ( di klem ) memerlukan waktu dan
dapat merusak jaringan sekitar seperti syaraf dan pembuluh darah.
Perdarahan internal
Spalk / bidai dapat digunakan
untuk mengontrol perdarahan dari suatu fraktur pada ekstremtas.
Pneumatic
anti shock garment adalah suatu alat untuk menekan pada keadaan fraktur pelvis,
namun alat ini mahal dan sulit didapat. Sebagai gantinya dapat di pakaikan gurita sekitar
pelvis.
Perdarahan
intra abdominal
atau intratorakal yang masif, dan tidak dapa diatasi dengan
pemberiancairan intravena yang adekuat, menuntut diadakannya operasi segera
untuk menghentikan perdarahan (resusitave laparo/thoracotomy)
3. Perbaikan
volume
Kehilangan
darah sebaiknya diganti dengan darah, namun menyediakan darah memerlukan waktu,
karena itu pada awalnya akan diberikan cairan kristaloid 1 - 2 liter untuk mengatasi
syok hemoragik melalui 2 jalur dengan jarum intravena yang besar.
Cairan
kristaloid ini sebaiknya Ringer’s lactate. Walaupun NaCl fisiologi juga dapat
dipakai. Cairan ini diberikan dengan tetesan cepat melalui suatu keteter
intravena yang besar (minimal ukuran 16). Dalam bahasa Jakarta/Jawa Barat
“diguyur”, di jawa tengah/Jawa Timur dengan bahasa “grojo” dan di Sumatra Utara
“cor”.
Cairan
ini juga harus dihangatan untuk menghindari terjadinya hipotermia.
Cairan
ini juga harus dihangatan apabila ingin menghindari terjadinya hipotermia.
Pemasangan kateter urin dapat dipertimbangkan disini, guna pemantauan urin.
Alur pikir pada
penderita trauma yang mengalami syok :
Saat
dikenalin syok (penderita trauma), harus dianggap sebagai syok hemoragik.
Sambil dipasang infus, dilakukan penekanan pada perdarahan luar (bila ada).
Bila tidak ada perdarahan luar dilakukan pencarian akan adanya perdarahan
internal (5 tempat: torax, abdomen, pelvis, tulang panjang, dan
retoperitonial). Sambil mencari sumber perdarahan, dilakukan evaluasi respon penderita
terhadap pemberian cairan.
Kemungkinan
adalah :
a Respon
baik : setelah diuyur, tetesan diperlahan, tanda-tanda perfusi baik (kulit
menjadi hangat , nadi menjadi besar dan melambat, tensi naik dsb). Ini pertanda
perdarahan sudah berhenti.
b Respon
sementara : setelah tetesan dipelankan, ternyata penderita masuk syok lagi. Ini
mungkin disebabkan : resusitasi cairan masih kurang, atau perdarahan berlanjut.
c Respon
tidak ada : apabila sama sekali tidak ada respon terhadap pemberian cairan,
maka harus dipikirkan perdarahan yang hebat atau syok non-hemoragik (paling
sering kardiogenik)
d. disability : (defisit neurologis)
Perdarahan
intra kranial
dapat menyebabkan kematian dengan sangat cepat (the patient who talks and
dies), sehingga diperlukan evaluasi keadaan neurologis secara cepat. Yang
dinilai disini adalah tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil.
1 GCS
(Glasgow Coma Scale)
GCS adalah sistem skoring yang sederhana
dan dapat meramal kesudahan (outcome) penderita. Penurunan kesadaran dapat
disebabkan penurunan kesadaran dapat disebabkan penurunan oksigennasi atau/dan
penurunan perfusi ke otak, atau disebabkan perlukaan pada otak sendiri.
Perubahan kesadaran akan dapat
mengganggu airway serta breating yang seharusnya sudah diatasi terlebih dahulu.
Jangan lupa bahwa alkohol dan obat-obatan dapat mengganggu tingkat kesadaran
penderita.
Penurunan tingkat GCS yang lebih dari
satu (2 atau lebih) harus sangat diwaspadai.
2 Pupil
:
Nilai
adakah perubahan pupil.
Pupil
yang tidak sama besar (anisokori) kemungkinan menandakan adanya suatu lesi masa
intra-kranial (perdarahan). Perlu diingat bahwa lesi biasanya (tidak selalu!)
akan terjadi pada sisi pupil yang melebar.
3 Resusitasi
:
Terhadap
kelainan primernya di otak tidak banyak yang dapat dilakukan, namun tugas
sangat penting dari dokter yang menerima penderita trauma kapitis di UGD adalah
dengan menghindari cedera otak sekunder (secondery brain injuri). Yang harus
dilakukan terapi dengan agresif adalah adanya hipovolemia, hipoksia,dan
hiperkarbia untuk menghindari cedera otak sekunder tersebut.
e. Exposure / kontrol lingkungan
Di
rumah sakit penderita harus dibuka keseluruhan pakaiannya untuk evaluasi kelainan
atau injury secara cepat pada tubuh penderita. Setelah pakaian dibuka
perhatikan terhadap injury
/ jejas pada tubuh
penderita, dan harus dipasang selimut agar penderita tidak kedinginan. Harus
dipakaikan selimut hangat, ruang cukup hangat dan diberikan cairan intravena
yang sudah dihangatkan. Apabila pada primary survey dicurigai ada perdarahan
dari belakang tubuh maka dilakukan ‘log roll’ untuk mengetahui sumber
perdarahan.
f. folley Catheter/kateter
urin
pemakaian
kater urin dan lambung harus dipertimbangkan. Jangan lupa mengambil sampel urin
untuk pemerisaan urin rutin.
Produksi
urin merupakan indikator yang peka untuk menilai keadaan hemodinamik penderita.
Catatan
: urin penderita dewasa 1/2cc/kgBB/jam, anak
1cc/kgBB/jam, bayi 2cc/kgBB/jam
Kateter
urin jangan dipakai bila ada dugaan ruptur uretra yang ditandai oleh :
-
Adanya darah di lubang
uretra bagian luar (OUE/Orifisium Uretra External)
-
Hematom di skotum
-
Pada colok dubur
prostat letak tinggi atau tidak teraba
g. gastrik Tube/kateter
lambung
kateter
lambung dipakai untuk mengurangi distensi lambung dan mencegah muntah. Isi
lambung yang pekat akan mengakibatkan NGT tidak berfungsi, pemasangannya
sendiri dapat mengakibatkan muntah. Darah dalam lambung dapat disebabkan darah
tertelan, pemasangan NGT yang traumatik atau perlukaan lambung. Bila lamina
kribrosa patah (fraktur basis kranii anterior) atau diduga patah, keteter
lambung harus dipasang melalui mulut untuk mencegah masuknya NGT dalam rongga
otak.
3
PENANGANAN
FRAKTUR DAN PERDARAHAN
A.
Periksa pain,
palor, pulselessnes, parestesia, paralysis
B.
Pemasangan bidai
-
Lepaskan pakaian
yang cidera
-
Periksa pulsasi
dan sensorik bagian distal sebelum dan sesudah di bidai
-
Bila ekstremitas
sangat bengkok dan nadi tidak teraba lakukan traksi ringan dan jika ada tahanan
yang di teruskan dan pasang bidai pada posisi tersebut
-
Luka terbuka
harus di tutup dengan kassa steril dan perdarahan di control dulu baru di bidai
-
Melewati 2 sendi
-
Pasang bantalan
-
Untuk fraktur
terbuka jangan masukkan ujung tulang yang patah ke dalam lagi
-
Pasang bidai
setela pasien di dtabilkan
-
Jika ragu tetap
pasang bidai
FRAKTUR
TERTUTUP
1. Terapi
konservatif
a
Proteksi
b
Imobilisasi saja tanpa reposisi, misalnya
pemasangan gips pada fraktur inkomoplit dan dengan kedudukan baik
c
Reposisi tertutup dan fiksasi gengan gips
d
Traksi, untuk reposisi secara perlahan
2. Terapi
operatif
a
Reposisi terbuka, fiksasi interna
b
Reposisi
tertutup dengan control radiologis di ikuti fiksasi eksterna.
Tindakan pada fraktur terbuka harus di lakukan secepat
mungkin. Penundaan waktu dapat mengakibatkan komplikasi infeksi waktu yang
optimal untuk bertindak sebelum 6 – 7 jam (golden period).
FRAKTUR
TERBUKA
beberapa
prinsip dasar pengelolaan fraktur tebuka:
- obati
fraktur terbuka sebagai satu kegawatan.
- adakan
evaluasi awal dan diagnosis akan adanya kelainan yang dapat menyebabkan
kematian.
- berikan
antibiotic dalam ruang gawat darurat, di kamar operasi dan setelah
operasi.
- segera
dilakukan debrideman dan irigasi yang baik
- ulangi
debrideman 24-72 jam berikutnya
- stabilisasi
fraktur.
- biarkan
luka tebuka antara 5-7 hari
- lakukan
bone graft autogenous secepatnya
- rehabilitasi anggota gerak yang terkena
TAHAP-TAHAP
PENGOBATAN FRAKTUR TERBUKA
- Pembersihan
luka
Pembersihan
luka dilakukan dengan cara irigasi dengan cairan NaCl fisiologis secara mekanis
untuk mengeluarkan benda asing yang melekat.
- eksisi jaringan yang mati dan tersangka mati
(debridemen)
semua
jaringan yang kehilangan vaskularisasinya merupakan daerah tempat pembenihan
bakteri sehingga diperlukan eksisi secara operasi pada kulit, jaringan
subkutaneus, lemak, fascia, otot dan fragmen2 yang lepas
- pengobatan fraktur itu sendiri
fraktur
dengan luka yang hebat memerlukan suatu fraksi skeletal atau reduksi terbuka
dengan fiksasi eksterna tulang. fraktur grade II dan III sebaiknya difiksasi
dengan fiksasi eksterna.
- penutupan kulit
apabila
fraktur terbuka diobati dalam waktu periode emas (6-7 jam mulai dari terjadinya
kecelakaan), maka sebaiknya kulit ditutup. hal ini dilakukan apabila penutupan
membuat kulit sangat tegang. dapat dilakukan split thickness skin-graft serta
pemasangan drainase isap untuk mencegah akumulasi darah dan serum pada luka
yang dalam. luka dapat dibiarkan terbuka setelah beberapa hari tapi tidak lebih
dari 10 hari. kulit dapat ditutup kembali disebut delayed primary closure. yang
perlu mendapat perhatian adalah penutupan kulit tidak dipaksakan yang
mengakibatkan sehingga kulit menjadi tegang.
- pemberian antibiotic
pemberian
antibiotik bertujuan untuk mencegah infeksi. antibiotik diberikan dalam dosis
yang adekuat sebelum, pada saat dan sesuadah tindakan operasi
- pencegahan tetanus
semua
penderita dengan fraktur terbuka perlu diberikan pencegahan tetanus. pada
penderita yang telah mendapat imunisasi aktif cukup dengan pemberian toksoid
tapi bagi yang belum, dapat diberikan 250 unit tetanus imunoglobulin (manusia)
DAFTAR
PUSTAKA
Brinker. 200. Review Of Orthopaedic Trauma, Pennsylvania:
Saunders Company. hal 127-
135.
Mansjoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2.
Jakarta: Media Aesculapius.
hal 346-370
Pusponegoro,D,Aryono dr; Soedormo ,Suryadi.2011.Basic Trauma Life
Support dan Basic
Cardiac Life support.Diklat
yayasan Ambulans Gawat Darurat.118.Jakarta.Hal 53-61;71-72
Rasjad, Chairuddin. 2008. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi, cetakan ke-V.
Jakarta: Yarsif
Watampone.
hal 332-334.
Sjamsuhidajat R, Jong W. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. Jakarta: EGC. hal 840-841.
No comments:
Post a Comment