Pendahuluan
Trauma medula spinalis dapat disebabkan oleh berbagai proses patologis termasuk trauma. Fokus pemeriksaan yaitu pada gambaran klinis secara umum keterlibatan dari susunan medula spinalis.
Kecelakaan lalu
lintas, terjatuh, olahraga (misalnya menyelam), kecelakaan industri, luka
tembak dan luka bacok, ledakan bom merupakan penyebab trauma medula spinalis.
Patofisiologi
Trauma pada permukaan medula spinalis dapat memperlihatkan gejala dan tanda yang segera ataupun dapat timbul kemudian. Trauma mekanik yang terjadi untuk pertama kalinya sama pentingnya dengan traksi dan kompresi yang terjadi selanjutnya.
Kompresi yang terjadi secara langsung pada bagian-bagian syaraf
oleh fragmen-fragmen tulang, ataupun rusaknya ligamen-ligamen pada sistem saraf
pusat dan perifer. Pembuluh darah rusak dan dapat menyebabkan iskemik. Ruptur
axon dan sel membran neuron bisa juga terjadi. Mikrohemoragik terjadi dalam
beberapa menit di substansia grisea dan meluas beberapa jam kemudian sehingga
perdarahan masif dapat terjadi dalam beberapa menit kemudian.
Efek trauma terhadap tulang belakang bisa bisa berupa
fraktur-dislokasi, fraktur, dan dislokasi. Frekuensi relatif ketiga jenis
tersebut adalah 3:1:1
Fraktur tidak mempunyai tempat predileksi, tetapi dislokasi
cenderung terjadi pada tempat-tempat antara bagian yang sangat mobil dan bagian
yang terfiksasi, seperti vertebra C1-2, C5-6 dan T11-12.
Dislokasi bisa ringan dan bersifat sementara atau berat dan
menetap. Tanpa kerusakan yang nyata pada tulang belakang, efek traumatiknya
bisa mengakibatkan lesi yang nyata di medula spinalis.
Efek trauma yang tidak dapat langsung bersangkutan dengan
fraktur dan dislokasi, tetapi dapat menimbulkan lesi pada medula spinalis
dikenal sebagai trauma tak langsung. Tergolong dalam trauma tak langsung ini
ialah whiplash (lecutan), jatuh terduduk atau dengan badan berdiri, atau
terlempar oleh gaya eksplosi bom.
Medula
spinalis dan radiks dapat rusak melalui 4 mekanisme berikut :
- Kompresi oleh tulang, ligamentum, herniasi diskus
intervertebralis dan hematom. Yang paling berat adalah kerusakan akibat
kompresi tulang dan kompresi oleh korpus vertebra yang mengalami dislokasi
tulang dan kompresi oleh korpus vertebra yang mengalami dislokasi ke
posterior dan trauma hiperekstensi.
- Regangan jaringan yang berlebihan akan menyebabkan
gangguan pada jaringan, hal ini biasanya terjadi pada hiperfleksi.
Toleransi medula spinalis terhadap regangan akan menurun dengan
bertambahnya usia.
- Edema medula spinalis yang timbul segera setelah
trauma menyebabkan gangguan aliran darah kapiler dan vena.
- Gangguan sirkulasi akibat kompresi tulang atau
sistem arteri spinalis anterior dan posterior.
Manifestasi
Lesi Traumatik
Komosio Medula
Spinalis
Komosio medula spinalis adalah suatu keadaan dimana fungsi
medula spinalis hilang sementara akibat suatu trauma dengan atau tanpa disertai
fraktur atau dislokasi. Sembuh sempurna akan terjadi dalam waktu beberapa menit
hingga beberapa jam / hari tanpa meninggalkan gejala sisa.
Kerusakan reversibel yang medasari komosio medula spinalis
berupa edema, perdarahan perivaskuler kecil-kecil dan infark disekitar pembuluh
darah. Pada inspeksi makroskopik medula spinalis tetap utuh. Bila paralisis
total dan hilangnya sensibilitas menetap lebih dari 48 jam maka kemungkinan
sembuh sempurna menipis dan perubahan pada medula spinalis lebih mengarah
ke perubahan anatomik daripada fisiologik.
Kontusio Medula Spinalis
Berbeda dengan komosio medula spinalis yang diduga hanya
merupakan gangguan fisiologik saja tanpa kerusakan anatomik makroskopik, maka
pada kontusio medula spinalis didapati kerusakan makroskopik dan mikroskopik
medula spinalis yaitu perdarahan, pembengkakan (edema), perubahan neuron,
reaksi peradangan.
Perdarahan didalam substansia alba memperlihatkan adanya
bercak-bercak degenerasi Waller dan pada kornu anterior terjadi hilangnya
neuron yang diikuti proliferasi mikroglia dan astrosit.
Laserasio Medula Spinalis
Pada laserasio medula spinalis terjadi kerusakan yang berat
akibat diskontinuitas medula spinalis. Biasanya penyebab lesi ini adalah luka
tembak atau bacok/tusukan, fraktur dislokasi vertebra.
Perdarahan
Akibat trauma, medula spinalis dapat mengalami perdarahan
epidural, subdural maupun hematomiella. Hematom epidural dan subdural dapat
terjadi akibat trauma maupun akibat anestesia epidural dan sepsis. Gambaran
klinisnya adalah adanya trauma yang relatif ringan tetapi segera diikuti
paralisis flaksid berat akibat penekanan medula spinalis. Kedua keadaan diatas
memerlukan tindakan darurat bedah. Hematomiella adalah perdarahan di dalam
substansia grisea medula spinalis. Perdarahan ini dapat terjadi akibat
fraktur-dislokasi, trauma Whisplash atau trauma tidak langsung misalnya
akibat gaya eksplosi atau jatuh dalam posisi berdiri/duduk. Gambaran klinisnya
adalah hilangnya fungsi medula spinalis di bawah lesi, yang sering menyerupai
lesi transversal. Tetapi setelah edema berkurang dan bekuan darah diserap maka
terdapat perbaikan-perbaikan fungsi funikulus lateralis dan posterior
medula spinalis. Hal ini menimbulkan gambaran klinis yang khas hematomiella
sebagai berikut : terdapat paralisis flaksid dan atrofi otot setinggi lesi dan
dibawah lesi terdapat paresis spastik, dengan utuhnya sensibilitas nyeri dan
suhu serta fungsi funikulus posterior.
Kompresi Medula Spinalis
Kompresi medula spinalis dapat terjadi akibat dislokasi vertebra
maupun perdarahan epi dan subdural. Gambaran klinisnya sebanding dengan sindrom
kompresi medula spinalis akibat tumor, kista dan abses di dalam kanalis
vertebralis. Akan didapati nyeri radikuler, dan paralisis flaksid setinggi lesi
akibat kompresi pada radiks saraf tepi.
Akibat hiperekstensi, hiperfleksi, dislokasi, fraktur dan gerak
lecutan (Whiplash) radiks saraf tepi dapat tertarik dan mengalami jejas
(reksis).
Pada trauma lecutan radiks C5-7 dapat mengalami hal demikian,
dan menimbulkan nyeri radikuler spontan. Dulu gambaran penyakit ini dikenal
sebagai hematorakhis, yang sebenarnya lebih tepat dinamakan neuralgia
radikularis traumatik yang reversibel. Di bawah lesi kompresi medula spinalis
akan didapati paralisis spastik dan gangguan sensorik serta otonom sesuai
dengan derajat beratnya kompresi. Kompresi konus medularis terjadi akibat
fraktu-dislokasi vertbra L1, yang menyebabkan rusaknya segmen sakralis medula
spinalis. Biasanya tidak dijumpai gangguan motorik yang menetap, tetapi
terdapat gangguan sensorik pada segmen sakralis yang terutama mengenai
daerah sadel, perineum dan bokong.
Di samping itu djumpai juga gangguan otonom yang berupa retensio
urine serta pada pria terdapat impotensi. Kompresi kauda ekuina akan
menimbulkan gejala, yang bergantug pada serabut saraf spinalis mana yang
terlibat. Akan dijumpai paralisis flaksid dan atrofi otot. Gangguan
sensorik sesuai dengan dermatom yang terlibat.
Kompresi pada saraf spinalis S2, S3 dan S4 akan menyebabkan
retensio urin dan hilangnya kontrol volunter vesika urinaria, inkontinensia
alvi dan impotensi.
Hemiseksi Medula Spinalis
Biasanya dijumpai pada luka tembak atau luka tusuk/bacok di
medula spinalis. Gambaran klinisnya merupakan sindrom Brown Sequard yaitu
setinggi lesi terdapat kelumpuhan neuron motorik perifer (LMN) ipsilateral pada
otot-otot yang disarafi oleh motoneuron yang terkena hemilesi. Di bawah
tingkat lesi dijumpai pada sisi ipsilateral kelumpuhan neuron motorik sentral
(UMN) dan defisit sensorik proprioseptif, sedangkan pada sisi kontralateral
terdapat defisit sensorik protopatik.
Sindrom MedulaSpinalis bagian Anterior
Sindrom ini mempunyai ciri khas berikut : paralisis dan
hilangnya sensibilitas protopatik di bawah tingkat lesi,tetapi sensibilitas
protopatik tetap utuh.
Sindrom Medula Spinalis bagian Posterior
Ciri khas sindrom ini adalah adanya defisit motorik yang lebih
berat pada lengan dari pada tungkai dan disertai defisit sensorik. Defisit
motorik yang lebih jelas pada lengan (daripada tungkai) dapat dijelaskan akibat
rusaknya sel motorik di kornu anterior medula spinalis segmen servikal
atau akibat terlibatnya serabut traktus kortikospinalis yang terletak lebih
medial di kolumna lateralis medula spinalis. Sindrom ini sering dijumpai pada
penderita spondilitis servikal.
Transeksi Medula Spinalis
Bila medula spinalis secara mendadak rusak total akibat lesi
transversal maka akan dijumpai 3 macam gangguan yang muncul serentak yaitu :
- semua gerak volunter pada bagian tubuh yang
terletak di bawah lesi akan hilang fungsinya secara mendadak dan menetap
- semua sensibilitas daerah di bawah lesi menghilang
- semua fungsi reflektorik pada semua segmen dibawah
lesi akan hilang. Efek terakhir ini akan disebut renjatan spinal (spinal
shock), yang melibatkan baik refleks tendon maupun refleks otonom. Kadang
kala pada fase renjatan ini masih dapat dijumpai refleks bulbokavernosus
dan atau refleks anal. Fase renjatan spinal ini berlangsung beberapa
minggu sampai beberapa bulan (3-6 mingu)
Pada anak-anak, fase shock spinal berlangsung lebih singkat
daripada orang dewasa yaitu kurang dari 1 minggu. Bila terdapat dekubitus,
infeksi traktus urinarius atau keadaan metabolik yang terganggu, malnutrisi,
sepsis, maka fase syok ini akan berlangsung lebh lama.
McCough mengemukakan 3 faktor yang mungkin berperan dalam
mekanisme syok spinal.
- Hilangnya fasilitas traktus desendens
- Inhibisi dari bawah yang menetap, yang bekerja pada
refleks ekstensor, dan
- Degenerasi aksonal interneuron
Karena fase renjatan spinal ini amat dramatis, Ridoch
menggunakannya sebagai dasar pembagian gambaran klinisnya atas 2 bagian, ialah
renjatan spinal atau arefleksia dan aktivitas refleks yang meningkat.
Syok spinal atau
arefleksia
Sesaat setelah trauma, fungsi motorik dibawah tingkat lesi
hilang, otot flaksid, refleks hilang, paralisis atonik vesika urinaria dan
kolon, atonia gaster dan hipestesia. Juga di bawah tingkat lesi dijumpai
hilangnya tonus vasomotor, keringat dan piloereksi serta fungsi seksual. Kulit
menjadi kering dan pucat serta ulkus dapat timbul pada daerah yang mendapat
penekanan tulang. Sfingter vesika urinaria dan anus dalam keadaan kontraksi (
disebabkan oleh hilangnya inhibisi dari pusat sistem saraf pusat yang lebi
tinggi ) tetapi otot detrusor dan otot polos dalam keadaan atonik. Urin akan
terkumpul, setelah tekanan intravesikuler lebih tinggi dari sfingter uretra
maka urin akan mengalir keluar (overflow incontinence)
Demikian pula terjadi dilatasi pasif usus besar, retensio alvi
dan ileus parlitik. Refleks genitalia (ereksi penis, refleks bulbokavernosus,
kontraksi otot dartos) menghilang.
Aktifitas refleks
yang meningkat
Setelah beberapa minggu respon refleks terhadap rangsang mulai
timbul, mula-mula lemah makin lama makin kuat. Secara bertahap timbul refleks
fleksi yang khas yaitu tanda babinski dan kemudian fleksi tripel muncul.
Beberapa bulan kemudian refleks menghindar tadi akan bertambah meningkat,
sehingga rangsang pada kulit tungkai akan menimbulkan kontraksi otot perut,
fleksi tripel, hiperhidrosis, pilo-ereksi dan pengosongan kandung kemih secara
otomatis. Hal ini disebut refleks massa.
Diagnosis
Radiologik
Foto polos posisi antero-posterior dan lateral pada daerah yang
diperkirakan mengalami trauma akan memperlihatkan adanya fraktur dan mungkin
disertai dengan dislokasi.
Pada trauma daerah servikal foto dengan posisi mulut terbuka
dapat membantu dalam memeriksa adanya kemungkinan fraktur vertebra C1-C2.
Pungsi Lumbal
Berguna pada fase akut trauma medula spinalis. Sedikit
peningkatan tekanan likuor serebrospinalis dan adanya blokade pada tindakan
Queckenstedt menggambarkan beratnya derajat edema medula spinalis, tetapi perlu
diingat tindakan pungsi lumbal ini harus dilakukan dengan hati-hati, karena
posisi fleksi tulang belakang dapat memperberat dislokasi yang telah terjadi.
Dan antefleksi pada vertebra servikal harus dihindari bila diperkirakan terjadi
trauma pada daerah vertebra servikalis tersebut.
Mielografi
Mielografi dianjurkan pada penderita yang telah sembuh dari
trauma pada daerah lumbal, sebab sering terjadi herniasi diskus
intervertebralis.
Penatalaksanaan
Pada umumnya pengobatan trauma medula spinalis adalah konservatif dan simptomatik. Manajemen yang paling utama untuk mempertahankan fungsi medula spinalis yang masih ada dan memperbaiki kondisi untuk penyembuhan jaringan medula spinalis yang mengalami trauma tersebut.
Prinsip
tatalaksana dapat diringkas sebagai berikut :
stabilisasi, imobilisasi medula spinalis dan
penatalaksanaan hemodinamik dan atau gangguan otonom yang kritis pada cedera
dalam fase akut, ketika penatalaksanaan gastrointestinal (contoh, ileus,
konstipasi, ulkus), genitourinaria (contoh, infeksi traktus urinarius,
hidronefrosis) dan sistem muskuloskletal (contoh, osteoporosis, fraktur).
Jika merupakan suspek trauma, stabilisasi kepala dan
leher secara manual atau dengan collar. Pindahkan pasien secara hati-hati.
Terapi
radiasi mungkin dibutuhkan pada penyakit dengan metastasis. Untuk tumor spinal
yang menyebabkan efek massa gunakan deksametason dosis tinggi yaitu 10-100 mg
intra vena dengan 6-10 mg intravena per 6 jam selama 24 jam.Dosis diturunkan dengan pemberian intravena atau oral setiap 1
sampai 3 minggu.
Trauma medula spinalis segmen servikal dapat menyebabkan
paralisis otot-otot interkostal. Oleh karena itu dapat terjadi gangguan
pernapasan bahkan kadangkala apnea. Bila perlu dilakukan intubasi nasotrakeal
bila pemberian oksigen saja tidak efektif membantu penderita. Pada trauma
servikal, hilangnya kontrol vasomotor menyebabkan pengumpulan darah di pembuluh
darah abdomen, anggota gerak bawah dan visera yang mengalami dilatasi,
menyebabkan imbulnya hipotensi.
v Pipa nasogastrik dipasang untuk mencegah distensi
abdomen akibat dilatasi gaster akut. Bila tidak dilakukan dapat berakibat
adanya vomitus lalu aspirasi dan akan memperberat pernapasan.
v Pada stadium awal dimana terjadi dilatasi
gastrointestinal, diperlukan pemberian enema. Kemudian bila peristaltik timbul
kembali dapat diberikan obat pelunak feses. Bila traktus gastrointestinal
menjadi lebih aktif lagi enema dapat diganti dengan supositoria.
Operasi
Pada saat ini laminektomi dekompresi tidak dianjurkan kecuali
pada kasus-kasus tertentu. Indikasi untuk dilakukan operasi :
- reduksi terbuka dislokasi dengan atau tanpa
disertai fraktur pada daerah servikal, bilamana traksi dan manipulasi
gagal.
- adanya fraktur servikal dengan lesi parsial medula
spinalis dengan fragmen tulang tetap menekan permukaan anterior medula
spinalis meskipun telah dilakukan traksi yang adekuat.
- trauma servikal dengan lesi parsial medula
spinalis, dimana tidak tampak adanya fragmen tulang dan diduga terdapat
penekanan medula spinalis oleh herniasi diskus intervertebralis. Dalam hal
ini perlu dilakukan pemeriksaan mielografi dan scan tomografi untuk
membuktikannya.
- fragmen yang menekan lengkung saraf.
- adanya benda asing atau fragmen tulang dalam
kanalis spinalis.
- Lesi parsial medula spinalis yang berangsur-angsur
memburuk setelah pada mulanya dengan cara konservatif yang maksimal
menunjukkan perbaikan, harus dicurigai hematoma.
DAFTAR PUSTAKA
- www.emedicine.traumamedulaspinalis.htm
- Nuartha B.N., Joesoef A.A., Aliah A., dkk, Kapita
Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1993
- Mardjono M., Sidharta P., Neurologi Klinis Dasar,
Dian Rakyat, Jakarta, 2000